{🌛_______(◕ᴗ◕✿)_______🌜}
Dari sudut pandang Albus Potter, perubahan hubungan sepupu dan sahabatnya, tak ubahnya seperti opera sabun yang menyedihkan untuk dilihat. Dari musuh menjadi kekasih. Lalu jadi orang asing.
Awalnya pun dia menentang saat Rose mengutarakan permintaannya. Terlebih tanpa penjelasan yang jelas. Keputusan gegabah. Namun, melihat sikap tenang dan keteguhan di mata Rose, Albus sadar, itu bukan keputusan yang diambil instan.
Dan dia baru mengerti ketika kembali ke Hogwarts. Scorpius tidak mencari Rose, tidak membicarakannya, bahkan tidak bereaksi ketika berpapasan. Seolah hubungan mereka selama ini hanya halusinasi semata.
Kawannya itu bercerita jika dia tak sengaja terseret dalam kerusuhan kala melihat pertandingan Quidditch di Scowvitte dalam rangka peresmian kota baru. Pertandingan yang sebenarnya ingin dia hadiri juga, tetapi tidak bisa karena tiba-tiba ada kabar Victorie melahirkan. Entah seperti apa persisnya, Scorpius bilang dia terbangun di rumah dalam keadaan linglung dan tidak ingat apa yang terjadi belakangan.
Albus hanya bisa terperangah mendengar itu semua. Dia hampir mengungkit soal Rose, kalau saja tidak ingat bagaimana dia diperingatkan. Bagaimana Rose memohon. Karena itu, Albus menutup mulut. Meski sadar, ada sesuatu yang salah. Sesuatu yang disembunyikan, tetapi dia tidak diperkenankan bertanya.
Dan sekarang? Setelah dia berlelah-lelah ikut dalam kepura-puraan sialan, Albus kembali menyaksikan lanjutan dari opera sabun mereka yang juga sialan.
Scorpius kembali menunjukkan ketertarikannya pada Rose. Sedang Rose bersikap seperti pengutang yang sedang tidak bisa membayar tagihan.
Diamatinya aksi hide and seek itu dengan jenuh. Sedikit penasaran, tapi masa bodoh. Toh Rose sendiri yang ingin dia tutup mata.Seperti halnya sekarang ini. Pagi hari di great hall. Albus menyuap sosis, sambil sesekali mengerling sobatnya yang sibuk mengebor punggung sepupunya lewat tatapan. Membiarkan makanan tak tersentuh. Alat makan tergenggam, tanpa digunakan sebagai mana mestinya.
Ketika Albus menggeser tatapan ke meja Gryffindor, dia langsung tersedak. Tampak Evan Kim menghampiri Rose dan mereka berpelukan. Tak jelas apa yang dibicarakan, tapi mereka tampak gembira. Melepas pelukan, melihat kertas--sepertinya surat-- yang dibawa Kim bersama. Lalu kembali berpelukan.
Disambarnya asal piala terdekat. Entah memang punyanya atau punya siswa di sebelah. Meneguk cepat sambil memukul-mukul dada. Begitu merasa lebih baik, ia mencoba melihat reaksi Scorpius.
Pisau makan sudah tertancap di salah satu sosis yang malang. Satu tangan yang lain mengepal erat. Seketat tarikan urat leher. Ekspresi Scorpius cukup seram untuk dikomentari. Maka dari itu ketika sohibnya mendadak berdiri dan hengkang dari aula dengan langkah lebar, Albus hanya diam memperhatikan. Mendesah.
Dang.
***
Sebisa mungkin Rose mengabaikan kehadiran Scorpius yang ikut meniti jalan di hutan terlarang. Bagaimanapun dia menghindar, lelaki itu selalu bisa mendadak muncul. Rose lelah. Dan dia tak ingin mengorbankan akhir pekannya yang berharga.
Jadi ini usaha terbaik yang bisa ia lakukan."Kali ini apa yang kau cari?"
Rose mengabaikan. Menganggapnya tak kasat mata. Dalam hati ia bersimpati pada Astoria.
"Ramuan seperti apa yang mau kau buat?"
Dibiarkannya pertanyaan-pertanyaan itu tanpa jawaban. Rose memilih berjongkok menyibak kumpulan semak belukar yang lebat. Mencabut satu dua jenis, mengambil bagian yang dia butuhkan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Incurable Disease
FanfictionScorpius telah diultimatum sang ibu, agar tidak berurusan dengan Rose Weasley. Apalagi sampai menjalin hubungan tertentu. Tanpa tahu latar belakang, larangan tersebut, Scorpius mengiyakan. Rose Weasley. Gadis kecil berambut merah mengembang berantak...