39. Invitation

201 29 0
                                    


Maret hampir berakhir. Di musim ini, hawa cenderung hangat. Matahari lebih sering tampak untuk memancarkan sinarnya. Namun, tak jarang di tengah cuaca cerah seperti sekarang, hujan mendadak mengguyur.

Beberapa anak yang tak mengantisipasi, terpaksa berlarian saat harus ke menara lain. Di antaranya, rombongan Slytherin dan Gryfindoor tahun ke enam. Mereka baru kembali dari pelajaran Pemeliharaan Satwa Gaib.

Karena sudah memasuki musim semi, Professor Hagrid mengajak  untuk sesi belajar di luar. Selama musim dingin, mereka hanya belajar secara tekstual. Meski beberapa kali Professor membawa makhluk tingkat pertama atau kedua ke kelas. Namun, sedikit jumlah makhluk tingkat pertama dan kedua yang menarik untuk dipelajari.

Rose yang posisinya paling belakang setengah berlari dengan hoodie yang menutup kepala. Dan memeluk tasnya erat. Nasib baik, rintik hujan belum begitu deras.

Tinggal beberapa meter dari menara terdekat saat tiba-tiba seseorang menarik sebelah tangannya. Rose terkesiap. Hampir saja ia menjerit. Untungnya, dia bisa segera mengenali jika pria jangkung yang juga kepalanya tertutup hoodie itu Scorpius.

Lelaki itu menariknya menjauh dari rombongan. Mengarahkan ke tempat berbeda dari yang dituju anak-anak lain. Rose berusaha menyamai langkah Scorpius yang cukup cepat. Menundukkan wajah agar tak dikenali. Koridor tempat mereka berjalan sekarang tak terlalu banyak lalu lalang.

Di satu titik mereka berhenti. Rose mengerling sekitar. Mengenalinya sebagai tembok di mana dulu kamar kebutuhan berada. Setelah menjadi salah satu medan perang di mana satu dari tujuh horcrux dihancurkan, kamar itu menghilang. Meski telah dilakukan pemugaran, kamar itu tak lagi bisa dimunculkan. Dan hanya menjadi tembok biasa.

"Apa yang kau pikirkan sih?! Bagaimana jika ada yang tahu?" kesal Rose dengan tindakan tak prediksi Scorpius. Kepalanya melongok ke kiri dan kanan. Memastikan tak ada orang di dekat mereka.

"Tenang saja. Tempat ini jarang dituju orang," ujar Scorpius menenangkan. "Ada yang harus kubicarkan segera. Sebelum aku benar-benar tak punya waktu."

"Soal?"

"Di rapat prefek kemarin, aku dan Corton ditunjuk sebagai ketua dan wakil panitia pelaksana untuk acara memorial."

"Dengan Mack? Wow, selamat."

"Aku bukan ingin selamat darimu, jenius!" Ada kekesalan tertahan dalam nada Scorpius.  "Kau tahu tradisinya."

Ketua dan wakil panitia ditetapkan sebagai partner untuk dansa pembuka. Sekaligus, jika kinerjanya bagus, posisi ketua murid bisa diamankan.

"Oh ...." Rose mengerti sekarang.

"Jika kau keberatan aku akan mengun–"

"Tidak!" tukas Rose cepat.
"Jangan mencampurkan masalah pribadi dengan pekerjaan. Kau harus melakukannya dengan objektif dan profesional."

"Bagaimana dengan rencana kita? Lagipula kau mau datang dengan pria lain? Evan Kim, lagi?!" Sarkasme yang sarat kecemburuan buta.

Rose mendelik kesal. Kenapa harus bawa-bawa Kim coba?! Mungkin Scorpius sedang terselubung emosi, tapi jika dia sadar, perkataannya itu jahat. Mengesankan jika Rose gampangan.

"Kenapa jika aku datang dengannya? Kau akan menilaiku murahan? Gampangan? Oh, sekarang saja kau sudah menilaiku demikian."

Scorpius mencelos. Kemarahan Rose bukan apa-apa dibanding tatapan sakit hati itu. Seketika rasa bersalah mengungkungnya.

"Tidak ...." Diraihnya tangan Rose. " ...maafkan aku. Sungguh aku tak bermaksud. Tidak, aku tak akan berkilah. Maaf, aku kelewatan." Ditenggelamkannya Rose dalam pelukan. "Maaf, Rose." 

Incurable DiseaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang