27. Face it

231 27 7
                                    


Draco Malfoy dalam balutan suit muggle, sedang menggenggam alat komunikasi muggle. Itu hal termustahil jika ditilik dari belasan tahun silam. Namun, waktu membuktikan itu terjadi.

"Ayah...?!"

Dari jaraknya, Scorpius hanya bisa berucap satu kata itu dengan tatapan tak percaya. Siapa sangka jika akal-akalannya bisa terealisasi secepat ini?

"Junior? Apa yang kau lakukan di sini?"

Tiap langkah Draco yang menghampiri, serasa bagai derapan Dementor bagi Scorpius dan Rose. Tidak. Kalau boleh memilih, Rose lebih ingin menghadapi 10 Dementor sekarang.

Draco Malfoy menatap bergantian antara Scorpius dan Rose. Sebenarnya bukan hanya kedua remaja itu saja yang terkejut setengah mati. Draco sendiri tak menyangka akan berjumpa dengan sang anak di dunia muggle. Lebih-lebih anaknya itu malah bersama Rose Weasley dan terlihat begitu intim.

Apa-apaan situasi ini?

"Miss Weasley?"

Sebagai Gryfindoor, Rose bukan gadis yang mudah terintimidasi, sekalipun lawan bicaranya orang dewasa. Tapi, di situasi dengan sekala 1: 1000 ini, nyalinya entah bagaimana tertelan.

"Mis ... ter Malfoy?"

Setidaknya ia masih bisa menemukan suaranya.

"Draco, hei! Kau dengar aku?"

Suara dari ponsel Draco sedikit banyak membuyarkan hawa berat di antara tiga orang itu. Sepertinya Draco tak sengaja menyentuh speaker ponselnya.

Segera setelah ia menonaktifkan speaker-nya, Draco menjawab si penelepon, "Ya. Aku di dekat The Crypt. Kau sampai? Di mana?"

Draco memutar tubuh ke belakang.

Seorang pria dewasa dari arah pukul 6 melambai dari kejauhan. Posisi Draco tak sepenuhnya menutup pandangan Rose, hingga gadis itu bisa ikut melihat.

"Ya Tuhan!" Rose berseru pelan. Ia hampir menggigit lidahnya sendiri.

Kehadiran Malfoy senior saja sudah seperti petir di siang bolong. Lalu sekarang, tornado datang dan menghempasnya secara mengenaskan. Merlin! Berapa orang lagi yang akan memergoki mereka di sini?!

Sumpah! Rose berharap mendadak ia punya kemampuan menghilang. Atau mungkin ia bisa men-stupefy dirinya sendiri. Atau dia buat lubang saja di bawah?

Selama otak Rose berkutat mencari berbagai kemungkinan konyol agar bisa lari dari situasi ini, orang yang berbicara dengan Draco tadi sudah hadir dihadapannya.

Kini wajah Rose bukan sekedar seperti melihat inferi lagi, tapi rasanya dia sudah menjelma menjadi salah satunya. Syaraf wajahnya seakan terputus. Pucat, pias, tanpa ekspresi.

"R-ose??" Dengan tak yakin pria itu bergumam.

Rose bisa melihat tanda tanya super besar di kepala pria dewasa itu. Rambut hitam berantakan dan kacamata bulat yang khas. Harry Potter. Sekali lagi. Harry James Potter. Sang paman.

***

Setelah menit-menit menyesakkan, Harry Potter yang sepertinya lebih menguasai situasi menyarankan untuk masuk ke cafe di depan mereka.

Mendengar itu Rose sungguh lega. Apalagi setelah sapaan penuh tanda tanya itu pamannya tidak bertanya lebih lanjut. Tepatnya, belum. Paling tidak, Rose punya waktu untuk memilah serentetan alasan yang carut marut di kepala.

Di dalam cafe mereka berpisah meja sementara, karena Draco meminta waktu untuk berbicara berdua dengan sang anak. Scorpius mengikuti keinginan ayahnya tanpa perlawanan.

Incurable DiseaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang