Pagi itu, suara 'boom', bergema di ruang keluarga Potter. Satu persatu muncul orang-orang dari perapian. Lily yang muncul lebih dulu, langsung berseru, "Mom, I'm home!"Di belakangnya Rose, Ron, Hermione, serta Hugo mengikuti. Mereka baru saja kembali dari liburan ke tempat Fleur dan Bill. Semenjak Victory lulus, Bill dan Fleur sepakat untuk menetap di Paris. Sedang Lily memilih berlibur bersama Rose dari pada menunggu cuti ayahnya yang tidak jelas kapan.
Ginny datang dari arah dapur.
"Hey guys. Welcome home."
Lily menghambur ke pelukan ibunya diikuti yang lain.
"Kalian tinggal untuk makan siang kan?" tanya Ginny.
Rose, Lily dan Hugo langsung menggelepar di sofa. Sepertinya mereka masih kehabisan energi.
"Thanks for the offer, Gin. Tapi kami masih harus ke The Borrow." Hermione mengangkat beberapa paper bag di tangan. Oleh-oleh untuk keluarga mereka di sana.
"Selanjutnya aku harus ke Auckland dan Ron ada tugas pengawalan di Bulgaria. Aku tak pulang dua hari Ron tiga hari. So, bisa aku titip anak-anak di sini?" Hermione sebenarnya agak tak enak. Sebelumnya Rose bersikeras tak apa di rumah dengan Hugo saja, tapi ia dan Ron yang tak tenang.
"Tentu saja. Melihat kalian begitu sibuk, aku merasa beruntung dengan jabatan ibu rumah tanggaku," lanjutnya setengah bercanda.
"Memang. Kadang aku iri padamu, percayalah," balas Hermione tertawa.
"Harry masih di kementerian?" tanya Ron.
"Mau di mana lagi memangnya. Sejak menjabat kepala Auror, hari liburnya jadi tak jelas."
Ini dia alasan mereka tak bisa libur bareng. Karena satu divisi, jadwal libur Harry dan Ron selalu berbeda. Terlebih Harry sebagai kepala Auror, mengharuskan dia banyak standby.
"Makanya, bujuk dia untuk menggeser Kingsley. Kalau dia jadi minister kan bisa lebih mudah mengatur liburnya. Bagus juga untuku nanti," saran Ron asal.
Tak perlu waktu untuk Hermione memukul Ron. "Jangan dengar dia Gin," ujar Hermione dengan mata berputar.
Ginny hanya tertawa saja. "Aku sudah berhenti mendengarnya dari lama by the way."
"Dasar adik tak berbakti!" seru Ron berlagak kesal. Dia menimpuk Ginny pelan dengan satu kantong belanjaan dan melepasnya.
"Untukku?" Ginny membuka sekilas. "Uhh. Sweet Ronald," ucap Ginny terkekeh. Ia memberi pelukan singkat pada Ron.
"Sebagai gantinya jaga anak-anakku, okey?"
---
Setelah berpisah dengan orang tuanya Rose dan Lily menyeret diri ke kamar Lily. Hugo sendiri selalu mem-booking kamar bekas Teddy jika menginap di sini."Mana oleh-olehku?" todong James saat Rose dan Lily masih di depan pintu.
Rose merengut, "Tsk. Aku baru sampai James. Kau benar-benar tidak sabaran," gerutunya sambil membedah kantong tas.
Lily yang malas meladeni James memilih masuk kamar dan mengapar di atas kasur tersayang. Dia masih butuh tidur. Toh oleh-oleh James dan Albus ada di tas Rose.
"Thanks, my lovely cousin," ujar James senang. Ia memeluk Rose sekilas.
"Sekalian saja kuberikan punya Albus. Dia di kamar kan?"
"Albus?" James yang sedang menimang oleh-olehnya bergumam tidak fokus. "Dia sedang ...." James berhenti menjawab. Sesaat muncul sesuatu dipikirannya.
"Ya. Dia di kamar. Masuk saja," ujar James dengan antusias yang janggal. Tapi kejanggalan itu luput dari perhatian Rose. Ia terlalu capek untuk menyadarinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Incurable Disease
FanfictionScorpius telah diultimatum sang ibu, agar tidak berurusan dengan Rose Weasley. Apalagi sampai menjalin hubungan tertentu. Tanpa tahu latar belakang, larangan tersebut, Scorpius mengiyakan. Rose Weasley. Gadis kecil berambut merah mengembang berantak...