19. AND I'M SPEECHLESS

372 54 1
                                    

Vote guys!!! Semoga update-tan cerita ini, menemani kalian di jam hampir tengah malam kayak gini. Have fun.

Happy Reading

***


DARI BALIK kaca mata yang dipakai Kala pagi ini. Matahari menyebarkan sinar silau itu, mengucap salam pada Kala yang saat ini mengendarai kendaraan bermotornya. Sinar itu tergelincir dari sela-sela daun yang berasal dari pohon besar yang memenuhi sisi jalan.

Pagi ini sebelum mengunjungi rumah seseorang. Kala merasa matanya selalu sakit dan berair saat mengendarai motor, mungkin karena debu yang dengan bebas masuk ke matanya. Oleh karena itu, pagi ini dia memutuskan untuk memakai kaca mata, untuk melindungi matanya dari hembusan debu yang beterbangan.

Kala menghentikan motornya, di depan gerbang putih yang menjulang tinggi. Memandang kagum rumah besar bergaya modern classic itu. Bahkan, hanya dari design rumahnya saja Kala sudah merasa bahwa pemilik rumah ini, pasti memiliki jiwa seni yang cukup tinggi, dilihat dari banyaknya detail-detail kecil yang menarik pada bangunannya.

Di sisi halaman rumah itu, terdapat lahan hijau yang diisi berbagai macam tanaman hias. Kala menebak tanaman-tanaman itu pasti mempunyai harga yang fantastis. Harga yang tidak akan masuk di logikanya, kenapa harga tanaman bisa semahal itu?

Rumah itu sebelumnya sudah pernah Kala datangi, tapi tidak bosan-bosannya dia mengamati rumah itu.

Setelah puas menyusuri design rumah itu. Kala mengeluarkan ponselnya, dari slingbag hitam yang tersampir di sisi tubuhnya. Mencari kontak seseorang untuk segera dia hubungi.

"Halo, Tante. Kala udah sampai di depan gerbang rumah Tante." Kala mengucapkan itu, setelah mendapat salam dari seseorang di balik ponsel.

"Ohh kamu udah sampai Kala. Iya udah, Tante ke depan ya?" Suara itu terdengar dengan nada yang sangat antusias. Seperti memang sudah sangat menunggu kehadiran Kala.

Kala tersenyum mendengar nada antusias itu. "Iya, Tante. Kala tunggu." Kala tidak mengakhiri panggilan tersebut. Menunggu lawan bicaranya saja yang menutup panggilan tersebut.

Tapi sepertinya, sangking bersemangatnya orang itu. Dia sampai tidak sempat mematikan panggilan Kala. Suara tergesa-gesa terdengar dari balik ponsel, membuat Kala yang mendengarnya, tersenyum tipis sambil mengelengkan kepalanya.

Sudah lama, Kala tidak disambut sekedemikian antusiasnya.

Decitan kunci pagar yang dibuka dengan menggebu, membuat Kala menoleh dan mendapati wanita yang mungkin seumuran dengan ibunya.

"KALA MAAF YA TANTE LAMA KELUARNYA." Suara wanita itu menelusuk di telinganya. Dia datang menghampiri Kala, dengan berbalut dress rumahan sepanjang mata kaki berwarna merah muda.

Kala menggeleng, tidak setuju. "Enggak kok, Tante. Kala juga baru di sini beberapa menit yang lalu. Dari mana lamanya coba?" kata Kala berhadapan dengan wanita itu.

"Iya udah kita masuk aja yuk? Kamu udah sarapan belum?" Wanita itu mengusap pundak Kala dengan lembut.

"Udah, Tan."

"Yahh, sayang bangat. Padahal Tante udah bikin sarapan buat kamu. Tapi... gak papa, sekarang kita masuk dulu aja. Motor kamu di taru di dalem aja."

"Maaf ya, Tante. Tapi nanti sarapannya aku makan aja, atau aku bawa pulang." saran Kala tidak enak sudah merepotkan.

Wanita itu mengangguk, memaklumi. "Iya, ayo masuk." ajaknya.

Kala yang masih di atas motor dengan helm yang masih terkait, menuruti ajakan itu. Membawa kendaraannya masuk, dan memarkirkannya di pelataran rumah itu. Wanita itu menunggu Kala di teras rumahnya, mengamati Kala yang sedang membuka helm lalu melangkah maju, mendekatinya.

GENTALA (WHEN WE WERE YOUNG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang