33. JATUH HATI

414 59 222
                                    

Seneng bangat chapter sebelumnya banyak yang komen, huhuhu. Terima kasih banyak. kalian atas dukungannya!!! Oke sekarang kita lanjut ke chapter berikutnya, selamat membaca. Enjoyy!!

Oh iya, nanti bakal ada adegan flashback di bab ini, tapi adegan itu enggak ditulis miring. Jadi baca semua narasinya biar jelas mana yang adengan flashback, mana yang bukan. Terima kasih.

***

MALAM INI udara sejuk memaksa masuk melalu celah-celah lubang kamar milik seorang gadis bernama Kaladyra Alodia. Kalau saja kamarnya ini memiliki akses balkon dengan pemandangan yang menghadap langsung ke luar, sudah pasti itu akan menjadi tempat kesukaannya. Tempat pelipur lara yang akan menjadi saksi bisu akan semua kegundahannya.

Kamar yang hanya dikelilingi dinding berwarna coklat pucat dengan jendela berukuran sedang yang menempel di salah satu dinding, menjadi tempat segala tumpahan rasanya. Bahagia, kecewa, marah, sedih, takut, semuanya dia tumpahkan di kamar ini tanpa terkecuali.

Seperti sekarang ini, Kala duduk di kursi putar depan meja belajarnya dengan tangan yang memeluk gitar akustik milik Genta. Raganya berada di kamar ini, namun ingatannya sekelebat berbalik pada saat Genta datang malam-malam hanya untuk mengantarkan gitar supaya dia bisa mempelajari tanpa harus dikekang waktu.

"Lo dateng ke sini cuma mau nganterin gitar doang?" tanya Kala saat itu ketika mendengar pernyataan Genta yang ingin langsung pulang tanpa singgah di rumahnya dulu.

Memangnya apa yang dia harapkan? Genta datang dan menghabiskan malam di rumahnya sembari mengajarinya gitar?

Di tengah gelapnya malam, mereka berdua berdiri di depan gerbang. Kedua mata Kala terpaku menatap Genta. Laki-laki itu datang dengan motor hitamnya dan gitar, lengkap dengan tasnya. Gitar besar itu berada di punggung tegapnya. Seharusnya tidak usah serepot ini, batin Kala.

"Iya. Tadinya mau nganterin sore, cuma karena ada urusan gue baru sempet nganterin sekarang."

"Besok kan masih bisa Ta. Enggak usah hari ini juga enggak papa." kata Kala mendapati wajah Genta yang terlihat lelah, tetapi masih menyempatkan waktu untuk datang ke rumahnya.

Tidak tau ada urusan apa Genta tadi. Yang Kala tahu, urusan itu pasti menghabiskan banyak tenaga.

"Enggak masalah buat gue. Gue juga udah bilang mau nganterin gitar hari ini kan?"

Angguk Kala kecil.

Genta itu selalu menepati janjinya. Apapun itu. Apa yang sudah dia katakan, itu juga yang akan dia tepati. Dia tidak ingin menggampangkan janji yang telah keluar dari mulutnya dan berujung tidak menepatinya.

Dan Kala selalu suka akan hal itu. Bukan tentang Genta yang menepati janjinya, tetapi tentang Genta yang berusaha untuk menepati janjinya.

"Iya udah sana masuk. Gue juga mau langsung balik." perintah Genta halus.

Kala yang tidak ingin menahan Genta lebih lama sebab raut laki-laki itu yang terpaut lesuh, menuruti perintah Genta setelah mengucapkan terima kasih dan hati-hati. Dia masuk ke dalam rumah, sampai tidak lama setelah itu terdengar suara mesin motor Genta yang mulai menjahui rumahnya. Di halaman rumahnya, Kala tersenyum tipis sembari memandang gitar di gengamannya ini.

Ingatan itu selalu mengitari pikirannya. Seperti tidak mau lepas. Atau lebih tepatnya, Kala yang tidak ingin melepas ingatan itu.

GENTALA (WHEN WE WERE YOUNG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang