17. SKIPPING CLASS

340 58 0
                                    

Don't forget to vote!!!

Happy Reading

***

MEJA MAKAN menjadi tempat kedua yang Kala kunjungi selepas bangun tidur. Jarum jam sudah menunjukan pukul 10 pagi, yang artinya Kala memutuskan untuk tidak berangkat sekolah. Setelah mengirim pesan kepada Bu Jang dan wakil sekretarisnya untuk mengabarkan ketidakhadirannya hari ini, Kala langsung menonaktifkan ponsel karena hari ini dia tidak ingin diganggu siapa-pun.

Seluruh anggota tubuhnya pegal-pegal akibat gerakan antusiasnya tadi malam saat menonton konser. Untuk Kala yang tidak terlalu suka keramaian, kegiatan kemarin cukup melelahkan dan ia butuh untuk mengembalikan energinya dengan menghabiskan waktu sendiri.

Kala yang sedang mengoles selai kacang di atas roti gandum, menengadah saat kursi berdecit. Keningnya mengernyit, "Kok Ayah enggak berangkat kerja?" tanya Kala kepada Agam—ayahnya.

Agam menuang air putih di gelas kecil, "Ayah ambil cuti." Agam menjawab santai pertanyaan putrinya.

"Aneh, Ayah kan workaholic, mana mungkin ambil cuti kalau enggak kepepet." papar Kala heran, tapi setelah itu ia menatap Agam dengan curiga. "Jangan-jangan...." jeda Kala. "AYAH DIPECAT YA?" Kala berseru menunjuk Agam.

"Hush, kamu ini kalau ngomong." Agam mengingatkan Kala.

Kala cengengesan, "Bercanda, lagian Ayah tumben-tumbenan ambil cuti." Kala kembali melanjutkan mengoles selai di atas roti. Kali ini dia membuatkan roti untuk ayahnya juga.

"Ohh Kala tau." ucap Kala sok-tau. "Ayah mau dating ya?!" Kala menyipitkan matanya, menggoda Agam.

Agam menatap malas putri semata wayangnya. Memutuskan untuk bisa menempatkan dirinya di antara dua figur yaitu sebagai ayah dan juga sahabat bagi putrinya, membuat komunikasi antara mereka berdua berjalan lancar. Terkadang dia bisa menjadi figur ayah yang memberi wejangan untuk Kala, tetapi di lain tempat dia juga bisa menjadi wadah cerita selayaknya sahabat bagi putrinya.

"Kamu ini emang mau punya ibu tiri?!" tanya Agam mengelengkan kepalanya.

Kala memberikan dua potong roti yang sudah dilapisi selai kacang kepada ayahnya. "Mau." Kala berkata yakin.

Kala menatap kedua mata ayahnya, "Kala itu enggak mau Ayah stuck di tempat yang sama. Enggak bermaksud membandingkan, cuma..., Ibu aja udah menemukan kebahagiannya. Masa Ayah masih aja berteman sama masa lalu. Udah saatnya Ayah cari kebahagian Ayah sendiri. Kala gak pa-pa bangat, kalau Ayah mau nikah lagi."

Kala lagi-lagi mencoba meyakinkan ayahnya kembali, bahwa ia tidak akan kenapa-napa jika ayahnya berniat untuk menjalin hubungan kembali. Sejak perceraian orang tuanya beberapa tahun silam. Dia tidak pernah melihat ayahnya menjalin hubungan dengan wanita lain. Ayahnya masih terjebak dalam kubangan masa lalu yang berketerusan.

"Kebahagiaan Ayah ada di kamu, Kal."

Kala menerbitkan senyumnya lalu memangutkan kepala, mengerti kalimat yang selalu menjadi andalan bagi Agam. "Kala mau Ayah ada yang jaga. Ada yang urus. Ada yang peratihin."

Agam memakan sepotong roti, "Bukannya ada kamu?" ucapnya.

"Beda Yah."

"Enggak ada bedanya, kamu itu kebahagiaan Ayah. Ayah gak mau nikah lagi karena Ayah enggak mau kamu sedih. Seyakin apapun kamu bilang, kalau kamu gak apa-apa Ayah menikah lagi. Ayah tau persis bagaimana perasaan kamu. Kalau Ayah menikah lagi, gimana sama kamu? Ayah enggak mau jadi Ayah yang gagal. Cukup Ayah gagal menjadi suami, tapi tidak gagal untuk menjadi Ayah." Agam berucap dengan begitu jelasnya.

GENTALA (WHEN WE WERE YOUNG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang