71. AND NOW, AFTER WE FELL

458 55 7
                                    

****

BANYAK yang bilang hari-hari ketika kita menginjak kelas 12 merupakan tahun terberat yang menjadi titik balik setiap individu. Setiap menit, setiap detik, semakin hari berjalan, bukan ketenangan yang didapat, justru kegelisahan yang tiada henti menyerang. Ujian sekolah, ujian praktek, ujian nasional, ujian masuk perguruan tinggi, seluruhnya ada di depan mata mereka. Pertanyaan tentang akan menjadi apa mereka setelah ini, mau melakukan apa mereka sehabis masa-masa SMA berakhir terus terngiang di kepala mereka masing-masing. Apa mereka akan sukses? Atau justru akan gagal? Serangan batin itu tidak akan berhenti. Mungkin akan berhenti ketika mereka berhasil melewati tahun-tahun ini. Atau mungkin serangan ini hanyalah awal supaya kita bisa melewati serangan-serangan selanjutnya yang mungkin jauh lebih kejam?

6 bulan berlalu begitu saja. Bahkan terlampau cepat daripada tahun-tahun sebelumnya.

Tahun ajaran terakhir sebelum mereka lulus sudah dimulai. Kala berada di kelas XII IPS 3. Satu kelas bersama Praya dan Elina. Sedangkan dua sejoli Greesa dan Kyra, kembali satu kelas di XII IPS 5. Tahun ini kebetulan tidak lagi membuat Kala dan Genta berada di satu kelas yang sama. Laki-laki itu masuk di kelas XII IPS 1 bersama Ariel dan Ibam. Sedangkan Sagi, dia sekelas dengan Greesa—mantan kekasihnya. Iya mereka putus sejak hampir 7 bulan yang lalu. Perkara Sagi yang terlalu sibuk. Dan Greesa yang merasa jika dia tidak dicintai sebab Sagi yang tidak lagi memiliki waktu untuknya. Setelah itu, bagian yang paling sialnya adalah ketika mereka yang harus sekelas bersama mantan kekasih yang telah menjalin cinta 3 tahun lamanya.

Banyak yang berubah. Kecuali hubungan Ibam dan Kyra yang begitu-begitu saja. Teman tapi mesra masih melekat pada hubungan mereka berdua.

Putusnya Sagi dan Greesa membuat kubunya dan kubu laki-laki itu menjauh. Mereka tidak lagi bermain bersama. Bahkan satu meja kantin saja terlihat mustahil. Sagi dan Greesa sama-sama menjauhkan diri. Dan tanpa sadar mereka semua juga menjauh. Hidup di dunia masing-masing. Di lingkarannya sendiri.

"Gimana Kal? Udah nentuin mau pilih jurusan apa?" tanya Mahesa yang melangkah di sebelah Kala.

Kala mengangguk tapi sedetik kemudian menggeleng.

Mahesa terkekeh, "Udah atau belum jadinya?" tanyanya.

Kala menyengir, "Belum bisa dibilang udah. Tapi kalau dibilang belum ya enggak juga. Gue udah ada beberapa list jurusan yang gue minatin. Tapi sampai sekarang gue masih belum bisa milih mau masuk jurusan apa," ungkap Kala yang menggenggam botol air mineral sebab dia baru saja dari kantin dan bertemu Mahesa di pertengahan koridor.

"Iya enggak pa-pa Kal. Enggak usah buru-buru. Pilih jurusan yang menurut lo, kalau lo masuk jurusan itu lo gak akan nyesel. Empat tahun bukan waktu yang sebentar. Meskipun nanti pasti ada aja sulit-sulitnya, seenggaknya itu atas dasar pertimbangan lo. Walaupun pasti ada aja yang gak seseuai ekspetasi," jawab Mahesa membuat Kala menganggut.

"Lo gimana? Udah sampai mana perkembangan lo buat persiapan masuk kedokteran?" tanya Kala kepada Mahesa yang memang sangat ambisius untuk masuk jurusan kedokteran. Sebab dokter memang cita-citanya sejak dulu. Itu alasannya dia memilih jurusan IPA di jenjang SMA sebagai salah satu persiapannya supaya bisa masuk kedokteran.

"Bingung sih kalau ditanya udah sampe mana persiapannya. Cuma sejauh ini udah lumayan jauh perkembangannya dari yang kemarin. Peringkat try out gue di tempat les juga udah naik jadi 12."

"Ohh iyaaa? Kereennn. Tapi gue yakin sih lo lolos kedokteran," kata Kala dengan begitu yakinnya.

"Aamiin," balas Mahesa mengaminkan.

GENTALA (WHEN WE WERE YOUNG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang