selamat membaca bab ini. jangan lupa apresiasinya. terima kasih banyak!
****
HARI-HARI mereka jalani dengan begitu lancarnya. Jalani dalam arti Kala dengan kegiatan. Begitu juga Genta dengan kegiatannya. Tidak ada kemajuan dalam hubungan mereka. Tidak bisa dikatakan menjauh. Tapi justru tidak begitu dekat seperti dulu. Mereka tetap duduk sebangku, akan tetapi hanya ada satu dua patah kata yang keluar. Tidak ada kejahilan yang dilakukan Genta di mana harus membuat Kala pusing menghadapinya. Tidak ada juga berbagi headset ketika ingin mendengar musik di sela-sela jam kosong. Dan tidak ada juga diskusi mata pelajaran ketika mereka tidak terlalu mengerti.
Asing. Rasanya begitu asing duduk di sampingnya. Kala tetap dingin. Dia tidak mau terlalu dekat dengan seseorang yang memiliki hubungan spesial dengan sahabatnya. Apalagi jika seseorang itu merupakan orang spesial juga baginya. Dan Genta juga tidak ada usaha untuk mencairkan keadaan. Tidak ada lagi yang perlu dibahas menurutnya. Permasalahan terakhir mereka juga sudah selesai. Dia sudah minta maaf. Dan Kala sudah memaafkannya.
"Pinjem penghapus," celetuk Genta mengambil menghapus yang terletak di meja Kala.
Kala mengangguk cuek. Dia tetap fokus menulis. Kala melirik penghapus hitam berbetuk persegi panjang yang telah dikembalikan oleh Genta di tempat semula.
Garisnya terlewat. Dia melakukan kesalahan dalam gambarnya. Matanya tetap fokus menatap kertas gambar, tetapi tangannya bergerak meraih penghapus.
"Eh—" katanya tersentak ketika yang dia raih bukannya penghapus miliknya malah punggung tangan Genta.
Genta mengerjap, "Sorry gak sengaja," katanya datar tetapi dadanya bergemuruh seketika. Dia dengan cepat menarik tangan yang tadinya juga ingin meraih penghapus itu.
Kala menahan napas. Tubuhnya meremang. Dia hanya merespon dengan anggukan kecil. Mereka berdua bergerak gelisah. Berusaha santai tetapi percuma. Percakapan singkat begitu saja ternyata mempunyai efek yang besar untuk mereka.
•••
Kala menempatkan bokongnya di perpustakaan sekolah sembari meletakan beberapa buku di atas meja. Minggu depan sudah ujian akhir semester. Ujian terakhir sebelum akhirnya mereka memasuki kelas 12. Kala tidak mau berleha-leha lagi seperti ketika dia kelas 10. Kali ini Kala mau melakukan dengan benar. Memperbaiki nilai, mendapatkan kuota SNMPTN, lalu masuk ke universitas favorit. Terdengar mudah bagi yang belum pernah merasakan. Tapi sungguh susah setengah mati. Kala sama seperti kebanyakan siswa SMA lainnya. Dia tidak tahu mau masuk jurusan apa. Terlalu banyak pilihan. Kala sama sekali belum memastikan.
Mungkin kalau dia ada di sampingnya akan terasa lebih mudah. Sebab orang itu memiliki seribu cara untuk meyakininya.
Dia mengamati sekeliling sudut perpustakaan. Sekelebat dia tersenyum kecil ketika mengingat memorinya besama Genta di tempat ini. Kala menggeleng mengusir pikirannya. Dia menghela napas kemudian membuka buku pelajarannya berusaha mengalihkan fokusnya.
Perpustakaan ini terlalu memiliki banyak kenangan. Menyusup malam-malam hanya untuk menjadikan perpustakaan ini sebagai tempat belajar adalah hal konyol yang pernah dia lakukan. Sayangnya justru bagian konyol itu begitu melekat dalam benaknya. Semejak mereka berdua tidak akur. Kala tidak lagi menyelinap diam-diam di perpustakaan ini pada malam hari. Teman menyusupnya itu sudah tidak ada lagi.
•••
Genta mengaduk-aduk minumannya dengan sedotan. Memperhatikan teman-temannya yang asik berbincang. Dia melirik satu tempat kosong yang harusnya di duduki oleh Kala.
KAMU SEDANG MEMBACA
GENTALA (WHEN WE WERE YOUNG)
Genç Kurgu𝘿𝙖𝙧𝙞 𝙨𝙚𝙠𝙞𝙖𝙣 𝙗𝙖𝙣𝙮𝙖𝙠 𝙘𝙚𝙬𝙚𝙠 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙖𝙙𝙖 𝙙𝙞 𝙙𝙪𝙣𝙞𝙖 𝙞𝙣𝙞. 𝙆𝙚𝙣𝙖𝙥𝙖 𝙝𝙖𝙧𝙪𝙨 𝙨𝙖𝙝𝙖𝙗𝙖𝙩 𝙜𝙪𝙚 𝙨𝙚𝙣𝙙𝙞𝙧𝙞 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙡𝙤 𝙨𝙪𝙠𝙖? [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Jangankan sekelas, bisa bertemu dengan laki-laki meny...