Don't forget to vote guys! Thank u♡
Happy Reading
***
ARAH jarum jam menunjukkan pukul sembilan malam. Sampai saat ini, belum ada tanda-tanda ayahnya pulang. Dan hal itu menambah praduga buruk yang berputar di kepala Genta.
Pikirannya dipenuhi asumsi-asumsi tentang dua orang yang ia lihat sedang bergandeng mesra di kedai kopi tadi. Dugaan itu saling menyahuti satu sama lain membuat asumsi-asumsi tersebut, bertambah kuat tanpa satu-pun alasan pembenaran.
Genta berbaring di sofa dengan salah satu lengan yang menjadi tumpuan kepalanya. Menatap dinding langit, dengan tatapan kosong.
"Gentala Oryźa!" panggil Gantari yang sedang berbaring di ranjang pasien.
Genta terlonjak kaget mendengar panggilan itu. Dia bangkit dan terduduk menatap bundanya, "Iya, kenapa Bun?!" tanya Genta.
"Kamu itu kebiasaan, Bunda panggilin dari tadi, malah melamun." tegur Gantari yang sudah sejak tadi memanggil anaknya. Namun, tak kunjung terjawab.
Genta meringis cengengesan, "Maaf Bun, Genta gak denger. Kenapa Bunda panggil Genta? Bunda butuh apa?" Genta melangkah mendekati bundanya, berdiri di samping ranjang menatap wajah pucat bundanya.
"Bunda mau ke kamar mandi, bisa bantu Bunda?" tanya Gantari.
Genta mengangguk pasti, "Bisa, ayo Genta bantu." jawab Genta.
Gantari mencoba bangkit, dibantu Genta yang memegang punggung belakangnya. "Pelan-pelan, Bun." peringat Genta membantu bundanya dengan sangat hati-hati.
Gantari turun dari ranjang, hendak menapakan kaki pada lantai yang dingin. "Sebentar, Bun." dengan salah satu kaki yang menganggur, Genta menggeser alas kaki bundanya, mendekatkan alas kaki itu—untuk melindungi kaki bundanya dari hawa dingin yang bersarang di lantai.
"Pakai dulu sendalnya, nanti kaki Bunda kedinginan." titah Genta yang dituruti Gantari.
Gantari memakai alas kaki itu. Setelah itu, Genta memapah bundanya dengan salah satu tangan yang tersampir di pinggang bunda dan an salah satu tangan yang satunya lagi ia gunakan untuk mendorong tiang infusan.
Genta berdiri di depan kamar mandi, menunggu bunda yang sedang buang air kecil dengan tangan yang bersedekap dada ditemani suara gemircik air yang datang dari dalam kamar mandi.
Kemudian menoleh ketika mendengar kenop gagang pintu yang terbuka. Pintu terdorong lalu menampilkan ayahnya yang masih memakai setelan kantor dengan wajah yang letih. "Assalamualaikum." salam Ayahnya pada langkah pertama ketika masuk ke dalam kamar.
Genta menjawab salam tersebut.
"Bunda kamu mana?" tanya Galih ketika melihat anaknya berdiri di depan kamar mandi.
Genta melirikan matanya ke arah kamar mandi, "Di kamar mandi." jawabnya menelisik ayahnya dengan teliti dari atas sampai bawah.
"Baju kemejanya beda sama yang gue liat tadi. Apa mungkin, gue salah liat kali ya?" tanya Genta dalam hati.
"Kamu kenapa lihatin Ayah kayak gitu?" tanya Galih mendapati tatapan berbeda dari anaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GENTALA (WHEN WE WERE YOUNG)
Fiksi Remaja𝘿𝙖𝙧𝙞 𝙨𝙚𝙠𝙞𝙖𝙣 𝙗𝙖𝙣𝙮𝙖𝙠 𝙘𝙚𝙬𝙚𝙠 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙖𝙙𝙖 𝙙𝙞 𝙙𝙪𝙣𝙞𝙖 𝙞𝙣𝙞. 𝙆𝙚𝙣𝙖𝙥𝙖 𝙝𝙖𝙧𝙪𝙨 𝙨𝙖𝙝𝙖𝙗𝙖𝙩 𝙜𝙪𝙚 𝙨𝙚𝙣𝙙𝙞𝙧𝙞 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙡𝙤 𝙨𝙪𝙠𝙖? [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Jangankan sekelas, bisa bertemu dengan laki-laki meny...