39. HEY STUPID, I LOVE YOU! NOT HIM

448 65 53
                                    

Hai semua. Selamat membaca. Jangan lupa vote dan komen tentang pendapat kalian. Terima kasih banyak.

***

ENTAH kesalahan besar apa yang telah Kala lakukan di masa lalu, sampai bisa mendapatkan kesialan yang bertubi-tubi hari ini. Dari melihat laki-laki yang dia sayang menghampiri gadis yang disukainya, orang yang selama ini mengejar-ngejarnya secara mendadak mengeluarkan curahan hatinya, sampai karena sudah tidak tahan akan serangan itu air matanya tumpah begitu saja.

Kala yang biasanya tidak mudah menangisi hal-hal seperti ini. Hari ini menjadi lebih sensitif. Mungkin karena keadaan fisiknya yang lelah, juga disertakan kondisi hatinya yang tidak baik-baik saja. Dan ketika akhirnya dia meluapkan emosinya bersama Mahesa, itu juga puncak di mana emosi yang selama tertumpuk, tidak bisa dia tahan lagi.

Dan kesialannya yang terakhir dan Kala harap ini sungguh-sungguh yang terakhir.

Motornya mogok.

Iya. Motor Kala tiba-tiba berhenti di pertengahan jalan menuju arah pulang. Kala yang sudah tidak sanggup lagi, memilih untuk memberhentikan motornya di pinggir jalan dengan dia yang duduk di emperan jalan.

Dia lupa. Setelah dipikir-pikir ternyata itu bukan kesialannya yang terakhir. Seperti apa yang selalu menjadi bahan omelan ayahnya kepada dia, yaitu ponselnya yang sering kehabisan baterai. Kala mengutuk dirinya sendiri, kalau sudah begini dia menyesal sering menyepelekan membawa powerbank dan charger.

Kerjaan Kala saat ini, hanya melamun menatap motornya berharap pangeran berkuda putih datang dengan gagahnya menawarkan bantuan. Penduduk ibu kota sepertinya sudah biasa hidup secara individualis, karena sampai sekarang, dari banyaknya orang yang seliweran, tidak ada satu pun yang berhenti di tempatnya untuk sekadar menanyakan keadaanya.

"Sampai lo mati juga enggak akan motornya nyala kalau cuma lo lihatin gitu aja." sindir seseorang yang Kala harap adalah pangeran berkuda putih, nyatanya hanya laki-laki yang sering memberi harapan dengan seribu perhatian yang diberikan padanya.

Kala yang duduk di atas batu bata pinggir jalan dengan lutut yang tertekuk, menengadahi kepalanya menatap seseorang yang suaranya sudah menempel di otak Kala.

"Bangun dari situ. Ngapain malah ngelihatin gue? Gue tau gue ganteng, tapi enggak usah natap kayak gitu juga." titah Genta menggunakan celana jersey hitam selutut dengan kaus oblong lengan pendek berwarna serupa.

Kala mendelik lalu mendorong tubuhnya berdiri dengan lesuh. "Orang ganteng enggak perlu validasi buat bilang dirinya ganteng." cemoh Kala menatap Genta yang turun dari motornya, mengampirinya.

"Masa iya? Kalau gitu kenapa gue bisa ganteng ya?" tanya Genta dengan wajah menyebalkan setengah mati.

"Daripada lo terus halusinasi tentang kegantengan diri lo itu. Mending lo bantuin gue deh, nyari solusi biar motor ini nyala." kata Kala malas menghadapi Genta kalau sudah mode menyebalkan seperti ini.

Genta mendesis. Kalau sudah kalah, gadis ini pasti mengalihkan pembicaraannya. Dia berdiri di depan gadis ini dan bertanya. "Lo bisa bawa motor gigi kan?"

Kala mengangguk. "Bisa, dikit-dikit."

"Bawa motor gue pelan-pelan. Di depan sana ada bengkel motor. Lumayan jauh jaraknya, biar gue aja yang bawa motor lo." kata Genta memberi solusi.

"Kenapa enggak gue tetep bawa motor gue yang mogok ini, dan lo tetep bawa motor lo, tapi nanti lo dorong motor gue pakai kaki lo? Biar kayak orang-orang. Lebih cepet juga kan?" usul Kala yang pernah melihat pengemudi motor mendorong pengemudi lainnya menggunakan satu kaki.

GENTALA (WHEN WE WERE YOUNG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang