38. I LOVE YOU BUT I'M LETTING GO

495 73 67
                                    

Hai semuanya. Bacanya pelan-pelan aja ya. Okay kalau gitu. Selamat membaca. Jangan lupa kalau bisa play music yang udah aku taru di atas. Atau kalian bisa play secara manual di spotify atau aplikasi pemutar musik apapun.

***

MENTARI sedikit demi sedikit mulai menampakan sinarnya dari arah timur. Dimulai dari dahan pohon yang bergoyang sebab angin segar yang menyapa, jalanan besar yang dilewati ramainya kendaraan menuju tempat tujuan mereka, suara penghuni rumah yang saling meneriaki mengingatkan jarum jam yang sedikit lagi menunjukan pukul setengah tujuh, jam di mana hampir semua individu mulai beraktivitas dari yang bekerja sampai yang bersekolah.

Menurut ramalan cuaca yang beredar, sepanjang hari ini langit cerah tidak berawan, seolah mendukung Genta yang sedang berteman dengan wajah semangatnya yang belum redup sejak dia membuka matanya pagi ini. Genta saat ini mengendarai motor klasiknya menuju sekolah dengan seragam putih abu-abu yang terlihat rapih. Dasi abu-abunya belum dikaitkan di kerah baju. Seperti biasa, untuk urusan ini dia akan mengandalkan teman sebangkunya yang sudah beralih profesi menjadi pemasang dasinya setiap pagi.

Sedari tadi, kedua pedaran mata Genta tidak ada cukupnya untuk melirik paper bag berwarna putih yang tersangkut di bagian kanan stang motornya. Rasanya antusias tetapi juga khawatir. Tidak sabar tetapi juga takut. Semuanya campur aduk. Tidak ada rasa yang pasti untuk dirinya saat ini.

Motor klasik hitam itu memasuki wilayah sekolah. Genta dengan riang menyapa satpam sekolah yang berjaga di depan gerbang.

"Pak Juanda." panggil Genta menekan klakson motornya lalu melewati Pak Juanda yang sedang memburu-burui setiap siswa dengan alasan bel akan berbunyi sebentar lagi.

Pak Juanda menjawab panggilan Genta. Dia memang selalu terlihat semangat setiap pagi, seakan ingin menyebarkan aura positif kepada murid-murid yang akan memulai kegiatan belajarnya.

Genta memarkirkan motornya di tempat biasa dia parkir. Teman-temannya telah datang, dilihat dari sisi samping tempat parkir yang sudah terisi. Genta mendorong standar motornya sebagai penyangga supaya motor tidak terjatuh, kemudian membuka helm hitam dengan perlahan. Melalui sela-sela jarinya Genta menyugar rambutnya, dia masih belum turun dari motornya.

Sebelum turun, Genta berkaca pada spion terlebih dahulu, melihat tampilan wajah serta rambutnya. Tidak lama setelah itu, suara mesin motor yang dia hafal siapa pemiliknya, terdengar. Kala datang dengan motor merahnya dan sedang memarkirkan kendaraannya di sudut lahan parkiran yang jaraknya cukup jauh dari tempat Genta saat ini.

Genta melambaikan tangan dan hendak buka suara memanggil gadis itu, "Kala!" Baru saja Genta memanggilnya, Kala sudah keburu berlalu menjauh dengan langkah tidak peduli. Padahal, biasanya Kala selalu menoleh ke arahnya dan dia mendatangi Kala ketika mereka bertemu di parkiran. Berujung mereka bercanda di area parkiran atau lebih tepatnya Genta yang menjahili Kala, dan gadis itu memasang wajah jutek memakinya sebab terus menganggu.

"Dia kenapa?" tanya Genta bingung memandangi punggung Kala yang semakin mengecil.

•••

Ransel tersampir di satu pundaknya, serta tangan kanan yang mengenggam tali paper bag seolah benar-benar menjaga barang itu dengan aman. Genta menyusuri koridor yang tampak ramai dilewati murid berlalu-lalang. Tidak jarang setiap murid yang melewatinya, entah dari kalangan kakak kelas sampai adik kelas, menyapa Genta dengan akrab. Genta itu dikenali dan mengenali banyak orang. Dia bisa menempatkan diri sesuai lingkungan serta manusianya.

Sebelum menuju tangga yang menyambungkan lantai satu dengan lantai dua, suara seseorang berhasil mengalihkan perhatiannya.

"Selamat pagi, Genta." sapa Elina berjalan sejejer dengan Genta.

GENTALA (WHEN WE WERE YOUNG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang