selamat membaca semuanya.****
PERTENGKARAN yang katanya akan membuat hubungan semakin kuat, justru berbanding terbalik dengan yang Genta rasakan. Genta pulang ke rumah dengan tatapan yang kosong. Seolah ada bagian dari dirinya yang tertinggal di suatu tempat. Malam ini kacau. Benar-benar kacau. Entah kapan semuanya selesai. Genta seakan diberikan serangan bertubi-tubi sepanjang hari. Kabar perceraian orang tuanya. Pertengkaran dengan sahabatnya. Dan yang paling membekas, adu debatnya bersama Kala.Kaladyra Alodia.
Perempuan itu menjadi pusat pikirannya di jam 3 malam ini. Genta tidak bisa tidur. Kelopaknya tidak mau terpejam. Jam 3 malam dia malah memetik senar gitarnya pelan di atas kasur sambil melamun.
Seluruh ucapan Kala masuk ke benaknya. Tidak ada yang terlewat sedikitpun.
"Huh....," Hela napas Genta berat.
Bunyi pintu diketuk terdengar. Genta menoleh kemudian melihat Gita muncul dari papan pintu.
"Belum tidur?" tanya Gita basa-basi yang hendak masuk ke kamarnya.
"Tutup dulu pintunya," jawab Genta sebelum Gita melangkah lebih jauh.
Gita menutup pintu kemudian membanting tubuhnya di ranjang seraya menutupi seluruh tubuhnya dengan gulungan selimut.
Tubuh Genta sedikit terlojak ketika Gita naik ke atas kasur. Dia mendelik, "Kak gue lagi gak mau di ganggu. Balik sana ke kamar lo," katanya ketus.
Kepala Gita muncul dari balik selimut yang dia turunkan sedikit, "Enggak mau. Gue tidur di sini ya malam ini?" tanya Gita memasang wajah imutnya. Pikiran Gita tidak kalah ruwetnya. Perempuan semester akhir ini sedang banyak pikiran. Dan mengganggu adiknya adalah jalan yang dia pilih untuk melupakan seluruhnya sejenak.
Melihat Genta yang menggeleng tegas, Gita menggoyangkan lengan adiknya seraya sengaja mengedipkan mata, "Yaaa? Boleh yaa? Gue enggak bisa tidur," rengek Gita yang mau tidak mau diangguki oleh Genta.
"Iya," jawab Genta pasrah.
Gita tersenyum lebar. Dia meneletangkan tubuhnya, "Lagian kenapa sih enggak mau diganggu? Lagi galau?" kekeh Gita memandangi wajah Genta yang beberapa hari ini murung.
Genta tidak menjawab. Dia hanya melirik sinis lalu pura-pura fokus bermain gitar.
"Kenapa? Persidangan bokap nyokap?" tanya Gita seraya mengambil guling dan memeluknya.
Dia mengamati Genta yang bersandar di sandaran ranjang sambil memangku gitarnya.
Mengetahui jika Genta tidak mau membahas itu, Gita memahaminya. Mereka berdua sama-sama berada di situasi ini. Tidak mau membahas dan membuat suasana menjadi sedih, Gita mencari topik lain yang sekiranya bisa membuat mereka melupakan permasalahan keluarganya.
"Gue udah gak sabar nih hari minggu," celetuk Gita membuat Genta menoleh.
"Emang kenapa sama hari minggu?"
"Iya kan Kala ke sini kan?" tanya Gita sumringah.
Mendengar itu Genta langsung merubah raut wajahnya. Genta memainkan lidahnya di dalam mulut. Mau seribu kali Genta mencoba menghempas nama itu, tidak ada gunanya. Perasaan tidak nyaman kembali menyelubunginya.
Gita mengerutkan alisnya kemudian tersadar dan membulatkan bibirnya, "Oh iya lo kan lagi berantem sama Kala ya?" selidik Gita menggoda.
Genta kembali mendelik, "Ini semua orang emang tau gue lagi berantem sama Kala ya?" tanyanya nyolot.
KAMU SEDANG MEMBACA
GENTALA (WHEN WE WERE YOUNG)
Teen Fiction𝘿𝙖𝙧𝙞 𝙨𝙚𝙠𝙞𝙖𝙣 𝙗𝙖𝙣𝙮𝙖𝙠 𝙘𝙚𝙬𝙚𝙠 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙖𝙙𝙖 𝙙𝙞 𝙙𝙪𝙣𝙞𝙖 𝙞𝙣𝙞. 𝙆𝙚𝙣𝙖𝙥𝙖 𝙝𝙖𝙧𝙪𝙨 𝙨𝙖𝙝𝙖𝙗𝙖𝙩 𝙜𝙪𝙚 𝙨𝙚𝙣𝙙𝙞𝙧𝙞 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙡𝙤 𝙨𝙪𝙠𝙖? [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Jangankan sekelas, bisa bertemu dengan laki-laki meny...