64. SIA-SIA

405 83 31
                                    

maaf semua baru bisa update. semingguan ini bener-bener gak ada ide sama sekali. jadi selamat membaca semua. semoga suka!!!

****

MEDIASI perceraian terakhir yang dilakukan oleh kedua orang tuanya dinyatakan gagal. Sidang perceraian mereka ada di depan mata. Genta merasa sia-sia. Dia tidak bisa melakukan apa-apa sebab seluruh keputusan ia serahkan kepada bundanya. Genta maupun Gita tidak ada yang ikut campur. Mereka tidak berusaha membujuk bunda ataupun ayahnya untuk kembali bersama. Keluarganya benar-benar di ambang kehancuran. Genta mungkin merasa ini yang terbaik untuk mereka, tetapi satu sisi dia juga tidak baik-baik saja.

Kabar mediasi yang gagal membuat Genta semakin kalut. Siapa juga yang tidak khawatir tatkala orang tuanya akan bercerai? Hati anak mana saja pasti akan terselip rasa tidak nyaman. Genta sendiri tidak bisa mendeskripsikannya. Semuanya terlalu larut sehingga ia tidak lagi bisa merasakannya satu-satu.

Situasi ini menjadikan fokus Genta terpecah belah. Dia memutuskan untuk tidak mengikutsertakan diri menjadi perwakilan sekolah dalam olimpiade matematika bulan depan dan membiarkan siswa lain untuk menggantikannya. Ini pertama kalinya dia memilih mundur. Bukan karena takut, tetapi karena ia tahu kalau ini dilanjutkan akan berujung percuma. Genta tidak akan bisa mengeluarkan seluruh usahanya. Selain itu, dia juga jarang hadir dalam latihan basket membuat Mahesa beberapa kali menegurnya. Setiap di kelas, kerjaan dia juga hanya melamun atau tertidur. Sungguh, ia benar-benar tidak bisa fokus.

Seperti sekarang ini, dia mendapatkan akibatnya. Dihukum berdiri dengan tangan yang homat menengadah menatap Bendera Merah Putih yang berkelepak.

"Genta ada masalah apa sih, Kal?" tanya Ibam menoleh ke Kala.

"Iya Kal. Ada masalah apa sebenernya dia? Lo pasti tau," ujar Ariel tidak mengalihkan perhatiannya dari Genta yang sedang dihukum.

Kala bergumam melirik Ibam sejenak, "Emang dia enggak kasih tau ke kalian?" Bukannya menjawab, Kala justru bertanya balik.

"Boro-boro Kal. Dia aja udah jarang kumpul di Wargel," tutur Ariel memberi tahu Kala.

Kedua mata Kala berkedip, "Serius?" tanyanya.

Ibam mengiyakan. "Serius. Padahal biasanya dia jarang absen buat kumpul sama kita-kita. Tapi udah akhir-akhir ini selalu ada aja alesannya. Kita sih gak masalah dia gak ikut kumpul. Kita cuma takut dia kenapa-napa aja."

Sagi mendengus, "Lagian kalau kita tau juga kita gak nanya ke lo Kal. Genta sama sekali gak cerita," ucap Sagi.

Dengan paham Kala mengangguk-angguk kepalanya. Berarti benar kata Genta, hanya dia satu-satunya yang diceritakan oleh laki-laki itu tentang permasalahannya. Sesak menyelubungi hatinya seraya menatap sendu ke arah Genta.

"Gue gak punya hak buat cerita apapun yang gue tau tentang Genta. Tapi yang gue minta. Gue minta tolong bangat sama kalian untuk jangan ninggalin dia. Cerita atau enggaknya dia sama kalian, tolong buat selalu di samping dia. Support apapun keputusan dia." ungkap Kala serius dengan pandangan yang sungguh-sungguh.

Sagi, Ibam, Ariel menganggut.

"Lo bilang kayak gini ke kita karena lo lagi gak bisa ya ngelakuin itu semua ke Genta?" tebak Sagi yang sepenuhnya benar.

Kala menghembuskan napasnya. Tidak mungkin juga mereka tidak bisa melihat kalau dirinya dan Genta sedang tidak baik-baik saja, "Mungkin," jawabnya mengendikkan bahu.

Sagi menyeringai, "Enggak masalah kalau berantem. Lagian temenan gak selamanya punya pemikiran yang sama kan? Jujur gua gak tau permasalahan lo berdua. Tapi yang gue tau, Genta emang agak keras di awal. Mungkin lo berdua emang butuh istirahat biar sama-sama tenang," ujar Sagi melirik Kala yang mengamatinya.

GENTALA (WHEN WE WERE YOUNG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang