48. PELAJARAN HIDUP ICAL

335 70 31
                                    


selamat membaca semuanya.

***

"Dadah Ical," seru Kala ketika Ical turun dari motor. Anak laki-laki itu tadi duduk diantara Genta dan Kala, terselip oleh tubuh orang dewasa.

Setelah selesai makan dengan suasana yang menyenangkan itu karena Ical nyatanya adalah anak yang periang. Genta berinisiatif untuk mengantarkan Ical pulang ke rumahnya. Hari sudah malam, daripada Ical mengalami hal yang tidak-tidak meskipun Genta tahu jika anak ini sering pulang tengah malam karena pekerjaan yang harus dia lakukan. Genta tetap tidak tega dan ingin mengantarkan anak ini pulang sebelum dirinya dan Kala sampai di rumah.

"Dadah Kak Kala," balas Ical melambaikan tangannya.

"Makasih ya Bang Genta udah mau anterin pulang," ucap Ical mendongak kepada Genta yang mengangguk.

"Iya sama-sama."

"Udah sana pulang. Bang Genta liatin dari sini," titah Genta yang tidak lama dari itu dilaksanakan oleh Ical.

"Hati-hati Cal!" kata Kala sebelum tubuh Ical berbalik.

Genta dan Kala tidak turun dari motor. Mereka berdua hanya mengamati Ical yang berjalan ke arah gang kecil menuju rumahnya sampai punggung anak kecil itu lenyap. Dia melangkah dengan menggenggam plastik besar berisi tisu yang sudah setengah habis terjual, sedangkan di tangan sebelahnya memegang kantung plastik berisi pecel ayam yang Genta belikan untuk dibawa anak itu pulang ke rumah.

Gang itu hanya muat untuk dilewati satu tubuh orang dewasa dan tidak bisa dimasuki motor sebab terlalu kecil, itu alasan kenapa Genta tidak mengantarkan Ical persis di depan rumahnya.

"Ayo balik." Kala menepuk pundak Genta ketika tidak lagi melihat Ical yang telah berbelok.

Genta menganggut kemudian menyalakan mesin motornya sebelum melaju menjahui perkampungan wilayah tempat tinggal Ical yang tidak bisa dibilang baik. Genta berkendara dengan kecepatan pelan karena mereka berada di perkampungan yang dimana sekelilingnya adalah rumah warga.

"Ical tinggal sama siapa, Ta?" tanya Kala mendorong kepalanya mendekati bahu Genta.

Genta melirik Kala lewat kaca spion, "Sama ibunya doang," jawab Genta. "Ayahnya jarang pulang dan gue harap dia gak pernah pulang."

Kala mengerutkan dahinya, "Kenapa?"

Hembusan napas terdengar dari mulut Genta, "Ayahnya tukang judi. Kalau dia pulang ke rumah kerjaannya cuma minta uang ke Ical dan ibunya. Mintanya juga gak pernah baik-baik. Orang itu terlalu tempramental. Lo bayangin aja, gimana ceritanya ayah yang seharusnya nafkahin keluarga, ini malah terus-terusan minta uang ke istri bahkan anaknya?! Ical masih SD enggak seharusnya dia dapat perlakuan tempramen dari ayahnya sendiri."

"Tempramen ke Ical?"

Kala meletakan dagunya di bahu Genta.

"Iya. Kalau ayahnya minta uang ke Ical dan Ical gak kasih uangnya ke dia, orang itu bisa marah besar bahkan sampai berani mukul Ical di depan banyak orang. Ical  yang susah-susah cari uang cuma dari jualan tisu yang hasilnya gak seberapa, tapi orang itu dengan begonya minta uang ke anaknya sendiri. Minta uang ke anak SD yang sadisnya harus punya cerita hidup kayak gitu."

"Emang penghasilan Ical cuma dari jualan tisu?"

"Ical gak cuma jualan tisu aja, kadang dia juga bantu-bantu orang di pasar atau ngamen di lampu merah demi dapat uang buat menuhin kebutuhan hidup dia dan ibunya."

"Tapi tadi Ical cerita ibunya juga jualan bubur," kata Kala mengingat omongan Ical tentang Genta yang membantu ibunya berjualan bubur.

"Enggak cukup, Kal. Apalagi dengan hutang mereka yang dimana-mana ngebuat biaya hidupnya makin berat."

GENTALA (WHEN WE WERE YOUNG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang