Pelan-pelan aja ya bacanya. Bab ini bakal berisi Genta dan perselingkuhan ayahnya. Selamat membaca semuanya.***
GENTA merasa tidak lagi memiliki jalan keluar demi keselamatan keluarganya. Semua jalan yang Genta temukan buntu. Berhari-hari bergelut dengan pikirannya sendiri tentang penyelesaian keretakan keluarganya, tetapi tidak dia temukan jalan yang terbuka. Dia memandangi keadaan dalam caffe yang tidak terlalu ramai. Menunggu ayahnya datang sebab dia yang meminta. Genta sengaja memilih caffe yang tidak terlalu banyak peminat karena dia ingin tempat yang tenang. Cukup kemarin dia menyelesaikan permasalahnnya pakai emosi. Sekarang, Genta mencoba meredam semuanya. Meskipun ia tahu, sangat sulit jika tidak melibatkan emosi.
Tepat setelah pulang sekolah. Tanpa mengganti seragam sekolahnya. Genta langsung menuju tempat ini.
Genta menggerakkan kakinya pelan dengan jari-jari yang dia pilin. Menunggu seseorang yang sesungguhnya tidak ingin dia temui rasanya sangat tidak nyaman. Genta ingin lari, meninggalkan semua ini sembari membawa bunda dan kakaknya untuk ikut. Tapi dia tidak mampu. Ayahnya masih memiliki pengaruh sekuat itu bagi keluarga.
Decit kursi di hadapannya bergerak. Genta mengangkat kepalanya dan bertemu dengan tatapan Galih. Lebam-lebam di wajah Galih terlihat mengurang.
"Kamu udah nunggu lama?" tanya Galih. Dia bersikap seolah tidak terjadi apa-apa.
Genta tidak menjawab. Dia menggigit bagian dalam mulutnya supaya rasa sesak yang menggelenyar di hatinya terganti dengan bagian yang dia gigit.
Galih menunduk. Berhadapan dengan Genta merupakan kelemahannya. Menyelami mata anak laki-lakinya membuat dia sadar betapa sakitnya hati anak yang dia nanti kehadirannya untuk lahir ke dunia.
"Ayah minta maaf," lirih Galih menghela napas kasar.
Genta menaikkan satu alisnya. Apa? Minta maaf? Setelah semuanya terjadi, kenapa baru hari ini dia mengatakan itu?
"Siapa wanita itu?" tanya Genta dengan suara berat.
Galih mengerjap.
"Siapa wanita yang berani jadi benalu di keluarga kita?"
Galih menatap Genta tidak terima. Dia tidak rela wanitanya dianggap benalu.
"Ayah gak mau ribut, Gentala," tekan Galih dengan nada mengancam.
Genta mengeraskan rahangnya. Sudah dikatakan, akan sulit jika tidak melibatkan emosi dalam perbincangan ini.
Genta mencoba tenang, namun dengan tangan yang dia kepalkan kuat-kuat, "Genta cuma nanya siapa wanita itu? Siapa wanita yang apartemennya rela dijadikan tempat tinggal Ayah beberapa bulan kebelakangan ini?" Genta telah menyelidiki semuanya. Tanpa Galih jawab, sebenarnya Genta tau jawabannya aslinya. Dia mengikuti Ayahnya satu minggu ini.
"Anak magang di kantor Ayah."
Genta terkekeh sinis, "Anak magang? Berarti seharusnya seumuran sama Kak Gita ya?"
Kepala Galih yang mengangguk membuat Genta tau jika tidak ada lagi yang bisa diselamatkan.
"Hebat ya dia Yah? Hebat bangat!" Genta menepukkan tangannya dua kali.
Galih menangkap kekecewaan yang begitu besar dari binar mata anaknya.
"Punya kelebihan apa dia sampai berani jadi selingkuhan Ayah? Apa yang dia punya tapi Bunda gak punya? Kasih apa dia ke Ayah? Dikasih apa sama dia sampai buat Ayah buta kayak gini?" tanya Genta dengan nada tajam.
"Dia kasih banyak hal yang Bunda mu gak bisa kasih," jawab Galih tidak gentar. Dia tidak boleh kalah.
Genta menyeringai sarkas, "Apa? Bilang ke Genta apa yang bisa dia kasih tapi Bunda gak bisa kasih? Satu aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
GENTALA (WHEN WE WERE YOUNG)
Novela Juvenil𝘿𝙖𝙧𝙞 𝙨𝙚𝙠𝙞𝙖𝙣 𝙗𝙖𝙣𝙮𝙖𝙠 𝙘𝙚𝙬𝙚𝙠 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙖𝙙𝙖 𝙙𝙞 𝙙𝙪𝙣𝙞𝙖 𝙞𝙣𝙞. 𝙆𝙚𝙣𝙖𝙥𝙖 𝙝𝙖𝙧𝙪𝙨 𝙨𝙖𝙝𝙖𝙗𝙖𝙩 𝙜𝙪𝙚 𝙨𝙚𝙣𝙙𝙞𝙧𝙞 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙡𝙤 𝙨𝙪𝙠𝙖? [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Jangankan sekelas, bisa bertemu dengan laki-laki meny...