Selamat membaca semua. Jangan lupa vote, coment, dan share yaa. Terima kasih banyak buat yang udah baca sampai bab ini. Jika ada kritik atau saran, boleh bangat untuk diberitahu. Semoga kalian menikmati cerita ini.****
KEDAI KOPI biasanya memang seramai ini, apalagi jika gelapnya malam telah memenuhi langit. Semua berbondong-bondong datang saat malam tiba. Tempat ini bukan hanya ditunjukan untuk penikmat kopi saja, tetapi yang bukan penikmat kopi bisa tetap datang. Tidak lain, tidak bukan kebanyakan memang untuk bersosialisasi bersama individu lain. Kedai kopi kalau malam hari disulap menjadi tempat ramai yang di sudut mana pun diisi oleh segerombolan kelompok yang tertawa dan menertawakan sesuatu. Tempat yang kalau kamu duduk di kursi mana pun bisa tetap tercium aroma biji kopi yang menguak.
Mereka tergelak ketika botol yang mereka gunakan untuk bermain Truth or Dare berhenti di depan Ibam untuk kedua kalinya.
Ibam merengut kesal. "Kenapa gue lagi sih?!" sentak Ibam, "Lo pasti ada dendam pribadi sama gue kan, botol?" tuduh Ibam menunjuk botol air mineral yang tidak bergerak.
Mahesa menyikut lengan Ibam, "Udah. Emang udah takdir lo untuk joget kayak kaleng rombeng lagi." tawa Mahesa terbahak.
Mereka terbahak ketika beberapa menit lalu melihat Ibam baru saja melaksanakan tantangan untuk berjoget di tengah ruangan kedai kopi yang disaksikan oleh banyak orang. Ibam yang biasanya tidak tau malu, ternyata bisa malu juga saat yang menertawakan dia bukan hanya teman-temannya, tetapi juga pengunjung kedai kopi.
"ENAK AJA!" nyolot Ibam kepada Mahesa.
"Siapa bilang gue mau milih dare lagi?! Kali ini gue pilih truth untuk membuktikan kalau gue orang terjujur sedunia. Lagian, siapa yang enggak mengenal kejujuran gue yang udah merajalela?" sombong Ibam mengangkat dagunya.
"Halah. Lo mah bukan merajalela, tapi merajalele!!!" tekan Greesa di kata terakhirnya membuat mereka tertawa.
"Yeuuuu. Mulut lo, Sa. Segala nyamain gue sama lele." balas Ibam mendelik.
"Lo kira lele mau disamain sama orang kayak lo?! Gue yakin lele juga enggak rela disama-samain sama lo!" sewot Greesa melotot.
"Kagak ada insecure-insecurenya itu lele dibandingin sama lo, Bam." tambah Sagi dengan wajah datarnya.
Ibam menatap pasangan itu malas, "Pantes lo berdua pacaran. Sama-sama suka ngatain orang soalnya!" delik Ibam.
"Iya lah. Ini namanya kompak." Greesa merangkul manja Sagi dan menyenderkan kepalanya di pundak Sagi, "Iya kan Sayang?" tanya Greesa mesra.
Sagi dengan polosnya mengangguk, "Iya, Sayang." kata Sagi membuat Ibam berlagak ingin muntah.
Ibam menoleh ke sebelahnya memandang Kyra ingin meminta dukungan. Kyra menyipitkan matanya, "Kenapa liat-liat? Gak ada.... Gak ada...." tolak Kyra menggeleng, menjauhkan kursinya.
Ibam merengut ketika tidak ada satu pun yang bersedia untuk berada di sisinya.
Mereka kembali berbincang sembari menunggu beberapa temannya yang belum datang. Genta, Elina, Kala, dan Ariel kabarnya masih berada di jalan. Sedangkan, Praya tidak ikut sebab hari ini dia mendapat shift malam di tempatnya berkerja. Mereka juga tidak memaksa Praya untuk ikut. Kalau tidak bisa, iya tidak bisa. Mereka tahu ada hal yang harus Praya prioritaskan lebih dulu.
Tidak lama setelah itu. Lima orang dari kejahuan terlihat berjalan bersama menuju tempat mereka. Orang itu adalah Genta, Elina, Kala, Ariel, dan juga adik perempuan Ariel—Shana. Mereka sepertinya bertemu di parkiran, sehingga bisa datang secara bersamaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
GENTALA (WHEN WE WERE YOUNG)
Ficção Adolescente𝘿𝙖𝙧𝙞 𝙨𝙚𝙠𝙞𝙖𝙣 𝙗𝙖𝙣𝙮𝙖𝙠 𝙘𝙚𝙬𝙚𝙠 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙖𝙙𝙖 𝙙𝙞 𝙙𝙪𝙣𝙞𝙖 𝙞𝙣𝙞. 𝙆𝙚𝙣𝙖𝙥𝙖 𝙝𝙖𝙧𝙪𝙨 𝙨𝙖𝙝𝙖𝙗𝙖𝙩 𝙜𝙪𝙚 𝙨𝙚𝙣𝙙𝙞𝙧𝙞 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙡𝙤 𝙨𝙪𝙠𝙖? [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Jangankan sekelas, bisa bertemu dengan laki-laki meny...