⁴⁴🦢 I Wanna Be With You

4K 496 131
                                    

Jeon membenci Lalice karna dia merasa Lalice sudah merenggut kehidupannya dan juga kebebasannya.

Jeon begitu membenci Lalice karna wanita itu terlalu baik, selalu diam dan pasrah saat dia caci maki sekalipun.

Jeon benci Lalice karna wanita itu begitu lembut memperhatikannya. Sedangkan dia sendiri begitu tidak peduli kepada wanita itu, walaupun dalam segi materi Jeon tidak pernah membatasi Lalice jika wanita itu butuh uang.

Jeon selalu memberikan sejumlah uang bahkan kartu black card dia berikan pada Lalice jika wanita itu membutuhkan sesuatu, apapun itu. Jeon tidak peduli uangnya mau di pakai untuk apa, yang penting wanita itu tidak mengganggunya.

Jeon benci segala yang berada di diri Lalice. Ketika hanya melihat wajahnya saja, emosi Jeon selalu bangkit.

Namun...

Kenapa sekarang dia malah se-khawatir ini pada Lalice ketika wanita itu tidak dia ketahui keberadaannya.

Harusnya dia acuh dan tidak peduli pada keadaan apa saja yang mungkin terjadi pada Lalice.

Jeon tidak tau, dia tidak mengenali perasaannya sendiri. Tapi yang pasti, dia merasa bertanggung jawab atas hilangnya Lalice, dan Jeon harus menemukan keberadaan wanita itu secepatnya.

"Ck! Kemana wanita itu? Sangat menyusahkan!."

Jeon kesal, walaupun yang sebenarnya adalah dia sangat cemas dan khawatir pada keadaan Lalice saat ini. Namun Jeon tidak mau mengakuinya dan menunjukannya walau pada dirinya sendiri.

Pria itu tengah mengendarai mobilnya untuk menelusuri jalanan. Sedari tadi Jeon terus menggerutu karna beberapa kali dia mencoba menghubungi ponsel Lalice tapi selalu saja operator yang menjawab.

"Wanita itu benar-benar! Ponselnya tidak bisa di hubungi. Entah kemana wanita itu pergi. Aku harap dia tidak melakukan hal bodoh."

Jeon hanya berfikir jika terlalu kalut manusia akan melakukan hal bodoh, contohnya seperti bunuh diri (?) Itulah yang bersarang di pikirkan Jeon, dan itu juga yang membuatnya khawatir.

Sedangkan kedua orang tuanya sendiri menitipkan Lalice untuk dia jaga. Dan kini wanita itu hilang entah kemana yang membuat Jeon kelimpungan.

.

.

.

Lalice berjalan lunglai dengan wajah yang tertunduk lesu. Hari sudah mulai gelap, tapi sepertinya dia tidak terfikir ingin pulang.

Setelah kejadian tadi di kantor, Lalice memilih menenangkan dirinya di taman kota. Hatinya sungguh sakit ketika Jeon mencaci makinya.

Kenapa Jeon begitu kejam dan tega padanya? Apa pria itu benar-benar tidak mempunyai hati nurani?

Tapi jika Lalice fikir kembali, ini memang salahnya. Kenapa saat itu dia menerima perjodohannya dengan Jeon.

Jika saja waktu bisa di putar, Lalice akan menolaknya.

Permainan takdir memang tidak bisa di tebak. Lalice percaya ini semua sudah di suratkan untuknya. Dia akan melewati segalanya apapun rintangannya, Lalice akan terus berusaha memberikan yang terbaik dan berbakti pada suaminya, Jeon.

Mengingat Jeon, Lalice langsung terhenti dari langkahnya. Lalice menoleh ke kanan dan ke kiri. Hari sudah mulai gelap, dan jalanan yang dia lewati cukup sepi.

"Astaga, ini sudah hampir malam. Harusnya aku sudah pulang." Ujarnya mulai panik melihat hari yang kini hampir menjelang malam.

Lalice terlalu hanyut pada pemikirannya, hingga tidak sadar jika dia harusnya sudah pulang dari tadi.

⑴𝐒𝐇𝐎𝐑𝐓 𝐒𝐓𝐎𝐑𝐘 ❨ʟɪꜱᴋᴏᴏᴋ❩ ∶ 릿국✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang