🦋Harusnya aku

692 77 18
                                    

Mata elang itu, terus menatap tajam ke arah meja di sebuah restoran yang kini diduduki oleh sepasang laki-laki dan perempuan serta seorang anak kecil yang berada di antara keduanya

Jemari tangannya dikepal dengan erat bersamaan dengan mengerasnya rahang dan gertakan gigi. Seharusnya, ialah yang berada di sana, harusnya tangan besarnya yang mengusap surai lembut si wanita dan bahkan seharusnya paha kokohnya itu, siap menjadi tumpuan bagi putri kecilnya.

Cemburu? Ya, ia sedang merasa terbakar api cemburu ketika pemandangan yang tak ia harapkan kini justru membuat netranya terpaku.

Ingin rasanya pria bertubuh tinggi itu bangkit dari tempat duduknya, menghampiri mereka bertiga dan melayangkan sebuah tinjuan pada si pria yang dulu pernah menjadi sahabatnya

Namun, pantaskah ia melakukan itu?

Setelah perdebatan kemarin, ia rasanya ingin memukul dirinya sendiri yang dengan mudahnya mengucapkan kata-kata menyakitkan dikala emosi

Menyesal? Tentu saja. Bahkan ia selalu merutuki dirinya yang menjadi awal dari semua kehancuran ini.

Lihatlah, kini keduanya nampak asik bercanda tawa, sekalipun mereka tau akan kehadirannya disini

"Tuan.. tuan.. tuan Watanabe"

"Ah.. iya, sampai dimana tadi?" Haruto bertanya gelagapan ketika rekan meetingnya tak ia tanggapi dengan baik

"Anda baik-baik saja?"

"Ah iya, saya hanya sedikit kelelahan."

"Tidak mengherankan tuan, menjadi pimpinan dari Kristal's group memang memiliki sedikit waktu istirahat."

"Ya anda benar sekali"

"Jadi, bagaimana soal kerja sama kita?"

"Ya, saya setuju Tuan Lee"

"Baiklah kalau begitu. Ini surat perjanjiannya"

Haruto lantas membubuhkan tanda tanganya diatas surat perjanjian itu. Sudah menjadi rutinitasnya untuk menandatangani setiap dokumen semenjak diangkatnya ia menjadi pemimpin di perusahaan sang mertua

"Kalau begitu saya permisi tuan Watanabe. Senang bisa bekerja sama dengan anda"

"Saya juga berterimakasih tuan Lee."

Dan setelah acara berjabat tangan itu tuan Lee lantas berlalu pergi, meninggalkan Haruto yang kini tanpa sengaja beradu pandang dengan Junkyu

"Kyu, mau coba cake ini ga? Enak bange lho.." Jeongwoo nampak berseru semangat, seraya mengangkat sesendok kue miliknya untuk Junkyu

Semua itu tak luput dari pandangan Haruto. Ia hanya bisa bergeming di tempat seraya memperhatikan Junkyu yang kini menerima suapan dengan ragu

Haruto lagi-lagi dibuat kesal, ia lantas memilih duduk dan mengalihkan pandangannya ke arah lain. Jika bukan karena janji meeting dengan klien keduanya di tempat yang sama, pria tinggi itu sudah pasti memilih pergi, dari pada ia harus menyiksa dirinya sendiri

"Wah enak banget, aku ga tau kalau disini jual cake seenak ini" seru Junkyu senang

"Ya gimana kamu bisa tau, suami kamu aja ga pernah ngajak kamu keluar kan? Bisanya kan cuma ngasih air asin" ujar Jeongwoo menyindir yang membuat Haruto mendelik tak terima. Sekalipun wajahnya menatap jendela kaca di sebelahnya, namun pendengarannya masih terfokus pada Junkyu dan Jeongwoo

"Air asin?" Tanya Junkyu keheranan

"Iya Kyu, air mata kan asin"

"Hahaha.. ada-ada aja kamu. Kirain apaan" tawa Junkyu pecah begitu saja mendengar lawakan receh dari Jeongwoo

Diam-diam gadis itu melirik sang suami yang kini nampak merengut kesal

"Ini kan yang kamu mau?" Ucap Junkyu di dalam hati, sebelum ia kembali mengalihkan pandangannya

Sedangkan tanpa ia tau, hati Haruto terasa terluka, ia merasa begitu sakit di dada dan sesak yang terasa mencekat nafasnya.

Kini ia tau, bagamana perasaan sang istri selama ini. Kini ia mengerti betapa terlukanya wanita itu akibat ulahnya.

Melihat orang yang kau cinta bersama orang lain memang menyakitkan, namun apa yang bisa ia lakukan ketika semua sudah terlanjur sejauh ini.

Melupakan..

Mungkin ia akan melupakan wanita itu, membiarkannya bahagia dan melepasnya ketika ia meminta.

Bagi Hatuto, kebahagiaan Junkyu saat ini adalah segalanya. Menebus semua kesalahan dengan maaf rasanya tak mungkin, mengingat teralu banyak luka yang sudah ia torehkan.

Junyu harus bahagia, sekalipun ia yang akan dibenci nantinya

"Kyu.. berbahagialah.." gumamnya sebelum melangkah pergi

Ia tak bisa menahan rasa sakitnya lebih lama, ia juga tak bisa melihat kemesraan yang seharusnya dialah yang menjadi sang pemeran utama di sana.

Tanpa kata atau sapaan, Haruto melangkah pergi. Meninggalkan area cafe yang tanpa ia sadari kepergiannya disertai dengan tatapan rindu dari Junkyu

"Tuan Hamada, maaf sebelumnya tapi saya tidak bisa melaksanakan meeting hari ini. Saya mendadak tidak enak badan" ucap Haruto berbohong pada orang yang di telephonnya

Kaki jenjangnya lantas melangkah menjauhi area restoran dan setelahnya setetes air mata yang sudah berusaha ia tahan berhasil lolos secara tiba-tiba, menandakan betapa sakitnya hati pria itu dikala ia mengingat semua kisah masa lalunya

"Aku menyesal.."

Dan bersamaan dengan itu, guyuran air hujan jatuh membasahi bumi. Gumpalan awan hitam yang tadi menutupi langit kini tak mampu menampung debit air yang berat

Curah hujan terasa begitu kuat, bahkan rintikan besar nan cepat itu membuat rasa perih ketika jatuh menimpa tubuh.

Orang-orang beralu lalang mencari tempat perlindungan, namun tidak bagi seorang Watanabe Haruto yang justru berjalan menembus derasnya hujan dengan deraian air mata yang terus mengalir

Rasa sakit akibat butiran air hujan rasanya tak sebanding dengan luka di hatinya.

Lantas siapakah yang harus ia salahkan atas lukanya ini? Sang sahabat yang merebut sang istri? Atau istrinya yang memilih bersama pria lain?

Haruto tertawa hambar, tentu ia yang salah disini. Dari awal, semua memang kesalahanya

"Bisakah aku mengakhiri nafas ini sekarang?"

.
.
.
.
.
.
.

820 word

Ga tau ini nyambung atau engga. Hasil revisi besar-besaran xixi

See you ntar..

Treat Me Better, Please (GS)✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang