DUA PULUH TIGA

6.2K 431 2
                                    


"Kenzi, boleh nenek tanya?"

Kenzi yang kakinya sedang diperiksa dokter, mengangkat kepalanya. "Ya, nenek."

"Salah satu kaki Kenzi bengkok sejak lahirkan?"

"Iya."

"Kenzi pernah dengar cerita dari mama atau siapapun soal sakit Kenzi?"

Kepala Kenzi menggeleng.

Mama Kinara jongkok di samping kursi roda Kenzi. "Kenzi pernah lihat mama merokok atau konsumsi obat?"

Kenzi menggeleng.

Donny yang berdiri di belakang istrinya membaca rekam medis sang cucu. "Perawatannya sudah bagus, Kenzi juga sudah operasi untuk koreksi kaki belakang, metode ponseti dan prancis juga sudah dilakukan. Usia Kenzi delapan tahun jadi harusnya sudah sembuh karena Kinara sudah mengobati dari bayi."

"Memang secara fisik, kakinya terlihat sembuh tapi mungkin ini berhubungan dengan syaraf kakinya. Kenzi, ini sakit?" Hendra menekan jempol kaki kanan dan kiri bergantian.

Kenzi menahan sakit dan mengangguk.

Hendra memperhatikan ekspresi wajah Kenzi lalu mencubit keras kakinya. "Tidak menangis?"

Kenzi menggeleng.

Donny dan istrinya menyadari sesuatu, Hendra segera membawa mereka berdua keluar sementara Kenzi ditemani seorang perawat.

"Aku rasa ini berkaitan dengan psikologis Kenzi," kata Hendra setelah menutup pintu.

Mama Kinara menggeleng tidak percaya. "Anak itu masih usia 8 tahun."

"Awalnya aku mengira catatan rekam medis dipalsukan, tapi setelah melihat kondisi fisik Kenzi dan hasil rontgen, kemungkinan ada masalah di syaraf. Tapi kalian lihat sendiri tadikan, anak itu tidak menangis sama sekali saat aku tekan jempol kaki, bahkan mencubit pun dia hanya diam, wajahnya terlihat kesakitan tapi..."

Donny mengangkat tangan untuk menghentikan penjelasan Hendra. "Cukup, aku mengerti."

Mama Kinara memeluk suaminya dan menangis. Jika perkiraan mereka benar, bukan hanya Kenzi yang bermasalah. Edward dan Bella juga sama, hanya saja mereka terlalu kecil untuk menyadarinya sementara Kinara, sang ibu. Tidak peka dengan kondisi ketiga anaknya.

"Tidak perlu memisahkan ibu dan anak, aku tadi baca rekam medis putri kalian, baby blues setelah melahirkan Kenzi. Aneh sekali, biasanya itu dialami ibu baru, Kenzi anak kedua bukan?"

"Mungkin sempat ada masalah saat itu, Kenzi memang anak kedua." Jawab Donny sambil merangkul bahu istrinya.

"Awasi cucu kalian sebelum terlambat." Saran Hendra sambil menepuk bahu Donny.

"Kamu pergi ke luar negeri lagi?" tanya  Donny.

"Sebenarnya aku sibuk, tapi begitu mendengar permintaan kamu. Aku jadi tidak tega." Kata Hendra.

"Aku akan mengirim donasi ke kamp, terima kasih sudah jauh-jauh menolongku."

Hendra mendecak. "Bukan masalah besar, kita teman lama sudah seharusnya saling menolong. Untuk psikologis anak-anak sebaiknya bawa ke tempat putriku, hewan juga bisa menjadi penyembuh psikologis yang bagus untuk anak-anak termasuk ibunya."

"Aku akan memikirkan saranmu." Angguk Donny.

Mama Kinara menjauh dari pelukan suami dan memberi ruang Donny dan temannya untuk berbincang. Setelah pamit, ia masuk ke dalam ruang periksa dan memperhatikan raut wajah Kenzi yang sedang membaca novel pemberian Hendra supaya tidak bosan.

Edward jenius seperti Daichi tapi secara emosional, Edward jauh lebih dewasa. Mama Kinara sempat perhatikan di harì pertama bertemu, Edward tidak menangis ataupun marah setelah mengetahui Adit bukan ayah kandungnya, ia bahkan memikirkan posisi kedua adik dan mamanya. Sebagai orang tua tentu saja bangga, anaknya dewasa tapi mereka lupa tentang usia.

ARE YOU DONE, MY DEAR? [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang