ENAM PULUH EMPAT

4.9K 404 15
                                    


Pov Adi

Sewaktu kecil, aku bercita-cita membawa kabur ibu keliling dunia tanpa sepengetahuan ayah. Ayah terlalu protektif pada ibu-

Saat ayah memberikanku foto anak kecil seumuranku dan bilang bahwa ini adalah calon istriku, aku menatap kagum sekaligus sedih.

Apakah di masa depan aku akan menjadi seperti ayah? gila kerja dan mengabaikan keluarganya?

Ibu selalu menangis setelah aku mendengar teriakan ayah. Setelah ayah pergi, Ibu selalu memelukku dan bilang semua baik-baik saja, kita pasti akan bisa melalui semua ini.

Tapi kapan?

Semakin hari aku melihat tubuh ibu menjadi kurus dan selalu menatap jendela.

"Ibu, apa yang ibu lihat?"

Ibu tersenyum dan menjawab. "Ibu hanya iri pada burung yang memiliki sayap, tubuh mungilnya mampu menerjang angin besar."

Aku tidak mengerti apa yang dimaksud ibu, tapi aku selalu mengingatnya. Dan pada suatu waktu, aku bisa memahami maksud ibu.

Ibu adalah burung dan angin adalah ayah, sayap ibu telah dipatahkan oleh ayah demi harapan keluarga ayah.

Ibu adalah penari balet, ayah jatuh cinta saat ibu sedang menarikan ballet sebagai Odette. Ibu yang jatuh cinta pada ayah, akhirnya rela sayap dipatahkan karena hukum patriarki. Suami bekerja, istri di rumah menjaga anak. Apalagi orang-orang di lingkungan ayah yang tidak setuju dengan pekerjaan istrinya.

"Masa istri kamu dibiarkan nari-nari gak jelas gitu? yo mending rawat anak, mau istri kamu itu dilihat pria lain?"

"Yo, bener. Istri itu harus pintar masak, berdandan dan merawat anak."

Ayah menjadi goyah dan melarang ibu menari lagi. Tanpa ayah sadari, perlahan ibu menjadi depresi.

Lagi-lagi ayah mendengar perkataan keluarganya.

"Apa? depresi? istri kamu ibadahnya gimana toh? mau jadi ibu masa gak bisa benahi diri? gak ada itu aku kena depresi!"

"Itu paling akal-akalan istri kamu supaya bisa kembali bekerja."

Aku yang mendengar itu jadi bertanya-tanya. Mereka adalah ibu-ibu yang suka bergosip di rumah dan tidak memiliki mimpi, hidupnya hanya sebatas di rumah dengan alasan semakin baik perempuan di rumah, semakin tinggi akhlaknya hingga akhirnya lupa diri dan membandingkan diri mereka dengan orang lain. Sementara ibu adalah seorang wanita yang suka mengejar mimpi mati-matian dan mimpi itu dipatahkan oleh orang yang paling dia cintai, belahan hidupnya. Mungkin itu jauh lebih menyakitkan.

Semakin hari ibu hanya berdiam diri di rumah dan berusaha menutup depresinya sementara ayah lebih suka tenggelam melarikan diri dalam pekerjaan, mungkin merasa bersalah pada ibu karena telah melanggar janji, membiarkan ibu mengejar mimpinya.

Terkadang aku bisa mendengar gumaman ibu di dalam tidur. "Adi, seandainya saja kamu tidak pernah dilahirkan. Mungkin aku sudah pergi dari sini."

Kenyataan yang menyakitkan karena sosokku juga membuat ibu sakit. Aku menabahkan diri dan ingin membuat ibu tersenyum dan bangkit kembali, jika orang menganggap ibu egois- aku akan marah. Menggapai mimpi itu tidak mudah, kalian harus melewati proses berkorban dan menyakiti diri sendiri. Hanya orang yang tidak pernah berusaha keras dalam hidupnya lah yang suka mengomentari kehidupan orang lain.

Seiring berjalannya waktu, aku tumbuh dewasa dan bersikap baik pada Sarah, calon istriku. Ibu sangat menyayanginya, aku lega meskipun entah kenapa perasaanku kosong.

Aku berusaha mencari kekosongan itu hingga bertemu dengan Maya, wanita manis dan cerewet, kadang menurutiku, kadang bersikap manja, kadang teguh dalam pendiriannya. Sosok yang tidak ada di dalam diri ibu dan Sarah.

ARE YOU DONE, MY DEAR? [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang