Sheira menyisir rambutnya yang basah. Ia sesekali memerhatikan seisi ruang kamarnya yang tak banyak diisi barang. Sampai pandangannya mendadak tertuju pada jendela kamar yang tirainya bergerak-gerak.
Berbuah rasa penasaran, langkah kakinya semakin mendekat. Ia menyibak tirai balkon dan mendapati sosok seseorang berpakaian putih sedang berdiri membelakanginya.
"Argas?" Panggil Sheira dengan suara bergetar.
Sosok itu berbalik hingga menampakkan wajahnya yang putih pucat, bibirnya pucat seperti mayat, tubuhnya kurus kering menandakan ia tak lagi sehat.
Argas tersenyum. Ia berjalan perlahan mendekati sang istri dan mengusap rambut Sheira lembut.
Sheira speechless. Ia menahan haru dan terlalu bingung harus bersikap bagaimana. Ini yang ia tunggu selama setahun. Ia menunggu dimana Argas kembali padanya seperti dulu.
"Ar, lo kemana aja?" Tanya Sheira parau. Gadis itu mulai sesenggukan dan tak mampu menahan tangisnya.
Argas membasahi bibir bawahnya yang kering. Ia menuntun Sheira untuk duduk di tepian kasur.
"Lo sehat-sehat aja kan, Ra?"
Hati Sheira menghangat. Argas mulai mengajaknya berbicara.
Sheira menganggukan kepalanya bersemangat.
"Gue sehat, Ar. Gue kangen sama lo. Kenapa wajah lo pucet banget? Lo sakit apa sebenarnya?"
Sheira mengusap setiap inchi wajah tampan Argas, ia berusaha meyakinkan diri jika yang dilihatnya benar-benar nyata.
"Lo harus jaga kesehatan ya, Ra. Jangan sakit kayak gue. Semuanya jadi sulit. Nggak enak, Ra." Argas tampak merintih. Ia tampak mencengkram erat sprei kasur.
"Makanan gue hambar, gue nggak bisa naik motor lagi, badan gue lemes, Ra. Gue bahkan nggak sanggup untuk gendong lo lagi."
"Ar--"
Argas memotong ucapan Sheira dengan menempelkan jari telunjuknya ke bibir ranum gadis itu.
"Gue mau gadis gue selalu senyum. Jangan sedih lagi, ya. Lo nggak perlu ngerasa kehilangan. Gue bakal selalu disini."
Argas menunjuk hati Sheira. Sheira hanya diam dan tampak speechless. Tubuh Argas melemas, nafasnya patah-patah.
Sembari tersenyum lembut, Argas menepuk pahanya beberapa kali. Sheira yang memahami kode itu menurut. Ia merebahkan dirinya di atas paha Argas dan menjadikan paha cowok itu sebagai bantalan.
"Jangan pergi lagi ya, Ar. Gue nggak tahu sanggup atau enggak."
Argas diam. Ia hanya tersenyum kecil. Padahal, cowok itu tipikal orang yang tak terlalu suka tersenyum.
"Ar, kok lo pake putih-putih gini sih?" Tanya Sheira terus menikmati wajah tampan itu dari bawah.
Argas masih tak menjawab. Ia hanya mengelus puncak kepala Sheira lembut dan menyuruh gadis itu kembali bangun.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Mission
Teen Fiction[Follow Sebelum Baca] [Sequel BULLY: Undesirable] [Dilarang Plagiat! ⛔] Ketika kamu harus menikah dengan sahabat pacar kamu sendiri. Dimana kamu merasa bimbang antara memperjuangkan cinta atau mempertahankan yang sudah ada. Arfeela Sheira Zeeya, ga...