Sheira berjalan ragu. Tangannya sedikit bergetar meraih gagang pintu.
Setelah memantapkan hatinya, ia membuka pintu ruang rawat itu perlahan.
Pertahanan Sheira runtuh kala melihat sosok yang dirindukannya terbaring lemah diatas brankar dengan sepasang mata yang terpejam.
Kaki Sheira kian mendekat. Tangis tak dapat ia bendung kala melihat tubuh itu kian kurus.
Persis seperti apa yang ada di dalam mimpinya, wajah Argas pucat pasi.
Raga mendekati Sheira. Ia merengkuh tubuh Sheira yang nyaris ambruk.
"A-Argas.." panggil Sheira begitu terpukul.
Raga menatap Sheira iba. Ia segera menarik gadis itu ke dalam pelukannya.
"Kita berdoa, Arga sedang dalam masa kritisnya."
Sheira mendongak menatap Raga. Sesaat ia menganggukan kepala.
Sheira meraih tangan Argas erat. Ia mencium tangan itu lama.
"Jangan biarin gue nunggu lebih lama. Lo harus sembuh, Ar. Kalau lo sembuh, gue janji bakal jadi gadis yang lebih penurut."
Tubuh itu tak merespon apapun. Beberapa bagian tubuhnya memar dan sedikit kurus.
Rambut hitamnya tak setebal dulu. Mungkin efek kemoterapi atau obat-obatan yang dikonsumsi cowok itu.
"Ga, lo hutang banyak penjelasan sama gue." Ucap Sheira menatap Raga tajam.
Raga menghela nafas lalu mengangguk sesaat.
Raga mengajak Sheira keluar dari ruang rawat. Ia menuntun Sheira menuju taman rumah sakit yang tak terlalu banyak orang.
Sheira dan Raga duduk dibawah pepohonan dan diatas rumput hijau. Disana, Raga memulai ceritanya.
"Awalnya, Arga--maksud saya Argas ditemuin ada di rumah sakit Bali. Setelah om Leo tahu kondisi Argas, dia bawa keluarganya menetap di Bali."
"Pantesan om Leo nggak ngabarin apapun." Tutur Sheira merasa sakit. Jujur, ia sangat percaya pada Leo Anggara tetapi bisa-bisanya Leo Anggara berbohong dan memilih menghilang darinya.
"Itu karena permintaan Argas sendiri, lagipula usia kamu masih sangat muda untuk menunggu Argas yang sakit-sakitan."
"Bego! Apa gue keliatan senggak setia itu sampai nggak ada yang percaya? Fuck!" Sheira memaki dengan kesal. Entah pada dirinya sendiri, Argas, ataupun Leo Anggara.
"Tenang dulu, kamu nggak bisa menyalahkan sepenuhnya. Argas lebih takut kalau kamu bakal sedih ketika dia pergi. Dia memilih kamu marah sama dia. Setidaknya, kamu nggak merasa sakit. Lagian, kamu kenapa nggak memilih move on aja?" Tanya Raga dengan entengnya.
Sheira tertawa nyaring mendengarnya. Nggak merasa sakit katanya? Satu tahun Sheira menunggu disini, apa itu yang namanya tidak akan merasakan sakit?
"Gampang banget kalo ngomong. Gue juga nggak mau nunggu dia tapi hati gue suruh nunggu. Apa gue salah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Mission
Teen Fiction[Follow Sebelum Baca] [Sequel BULLY: Undesirable] [Dilarang Plagiat! ⛔] Ketika kamu harus menikah dengan sahabat pacar kamu sendiri. Dimana kamu merasa bimbang antara memperjuangkan cinta atau mempertahankan yang sudah ada. Arfeela Sheira Zeeya, ga...