DEVANO - 22

1K 43 77
                                    

"Memilikimu adalah halusinasi, kamu objek yang nyata. Namun terasa fatamorgana."

- Kenzie Akarsana -

.

.

22. Kamu bidadari

Setengah jam sudah mereka berlalu, meninggalkan kota Jakarta menuju kota Bogor. Tiba-tiba saja, hal yang sangat tidak diinginkan terjadi pada bus yang membawa siswa-siswi kelas XII MIPA-2. Bus yang berada di posisi paling belakang itu tiba-tiba saja berhenti secara mendadak, belum tahu pasti apa yang terjadi. Hal ini, sontak membuat penumpang di dalamnya terkejut dan ada juga yang panik.

Hampir seluruh siswa yang terlelap pun terbangun, karena merasakan sesuatu yang berhenti begitu saja. Devano, yang baru saja terbangun dari tidurnya karena merasakan kepalanya yang sedikit terbentur oleh kepala Edrea. Ia menoleh melihat keadaan Edrea, ternyata gadis ini masih tertidur. Tangannya pun terangkat mengusap kepala gadis itu, barangkali dirinya merasakan sakit karena terbentur oleh kepalanya.

Devano menoleh melihat teman sekelasnya yang berada tak jauh dari kursinya, lalu bertanya. Setelah mengerti apa yang terjadi, dirinya berinisiatif untuk keluar dari bus dan menanyakan apa sebab bus ini berhenti pada sang sopir.

Melihat Karyo, sang sopir yang sedang mengutak-atik mesin bus, membuat Devano tertarik untuk langsung menghampirinya.

"Ada apa pak? Ini busnya kenapa berhenti?" Karyo menoleh, melihat seorang bujang tampan yang berada di sampingnya.

"Ini nak, mesinnya rusak kayaknya."

"Mana bapak nggak tau, rusaknya dimana," keluh Karyo.

Devano mendekat, turut melihat mesin bus yang sedang diperbaiki oleh Karyo tadi. Dia berpikir, bagaimana cara memperbaikinya? Pasalnya, ia sama sekali tidak mengerti sesuatu yang berhubungan dengan mesin mobil.

"Kamu tau benerin nya?" tanya Karyo membuat Devano menggeleng sambil menunjukan senyum canggungnya.

Beralih kepada keadaan di dalam, para siswa pun mulai merasakan udara yang panas karena tidak sama sekali ada angin yang masuk kedalam bus. Dela, gadis itu sedang sibuk mengipasi dirinya menggunakan sebuah buku, ia melihat Gibran yang masih tertidur pulas. Haruskah dirinya membangunkan laki-laki ini?

"Gib, Gibran," panggil Dela.

Tubuh laki-laki itu mulai menggeliat, dan terdengar suara dehaman dari dalam mulutnya.

"Gib, ini busnya berhenti."

Gibran kembali berdeham.

"Gibran, bantuin Devano gih."

"Males," jawabnya, dengan mata yang masih terpejam.

Dela menghela nafasnya lelah, ya sudahlah, laki-laki ini memang tak bisa diharapkan.

"Gib, bangun nggak lo."

Devano yang baru saja memasuki bus, langsung saja melayangkan tangannya, menekan kedua sayap hidung mancung milik Gibran. Membuat yang empu yang tertidur pun langsung terbangun karena tak bisa bernapas tentunya.

Gibran pun menjauhkan tangan Devano, dan langsung mengambil nafas dalam-dalam.

"Setan, hampir mati, gue," ujar Gibran dengan nafas yang terengah.

Devano menepuk pundak Gibran, mencengkeramnya dan langsung mengangkat tubuh lelaki itu. "Bantuin gue, ayo."

"Bantuin ngapain?" tanya Gibran yang masih mengumpulkan sebagian nyawanya.

DEVANO [ On going ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang