Leak: BERAWAL DARI KEBENCIAN BERAKHIR 24 JAM
Semua berawal ketika lelaki yang pada sore itu baru menginjakkan kakinya di negara kelahirannya, Indonesia. Yang tak lain lelaki itu bernama DEVANO.
SAMUDRA DEVANO ALFAREYZA PUTRA ARDION cowok berperawak...
❝ Kita gak bisa maksa seseorang buat selalu mengutamakan kita dalam hidupnya.❞
• . • .
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
48. Cerita atau cari tau sendiri?
Sudah tiga hari Devano dirawat sejak ia bangun dari koma. Kondisinya makin kesini makin membaik, hal itulah yang menjadi alasan kepulangannya ke rumah sekarang.
Sebenarnya belum pulih betul, Devano masih harus terapi jalan. Karena lamanya ia berbaring menjadi faktor otot-otot kakinya yang kaku sampai tak bisa berjalan dengan baik. Devano masih harus mendapat tuntunan dari seseorang agar langkahnya bisa lebih sempurna.
Cowok itu terus merengek minta pulang pada sang mama agar tidak terlalu lama di rumah sakit. Jujur saja ia tak suka berada di tempat itu untuk berlama-lama.
Siang ini Edrea datang untuk bantu-bantu. Disisi lain ia dan Elsa sedang bekerjasama menyiapkan sesuatu yang besar untuk Devano.
"Lo jalan yang bener kek, biasa aja, gue tau kaki lo masih kaku tapi gak gini juga jalannya!" omel Edrea pada cowok yang sedari tadi ia tuntun berjalan itu. Kesal, pasalnya Devano terus menyalurkan beban tubuhnya yang berat pada Edrea. Ia sengaja melambat-lambatkan langkahnya agar bisa berlama-lama merangkul Edrea.
"Lo gak denger kata dokter tadi? Kondisi gue masih belum pulih sepenuhnya," elak Devano.
Edrea memutar bola matanya malas. "Kalau belum sepenuhnya pulih ya lo ngapain ngerengek-rengek minta pulang!"
"Bosen." Devano melingkarkan tangan yang satunya lagi ke leher Edrea membuat gadis itu berontak bukan main.
"Ishh apa-apaan sih! Berat tauu! Lo mau bikin badan gue tambah pendek apa?!" ucapnya kesal. Ia melepas kasar tangan Devano yang melingkari lehernya.
Devano terkekeh. "Suruh siapa pendek?"
Edrea diam, ia hanya mencebikkan bibirnya kesal diiringi hentakan keras di setiap langkahnya.
Devano yang melihat itu semakin senang. Ini yang ia mau, wajah gemas Edrea yang selalu muncul saat gadis itu marah.
"Ini pipi lucu banget, gue gigit boleh nggak?" Devano mencubit sekaligus menguyel uyel pipi tembam Edrea. Ia semakin luwes melakukan itu karena sang empu tidak berontak.
"Gak!"
"Kalau di cium?"
Langkahnya terhenti. Mata Edrea melirik tajam Devano yang memasang cengiran kuda padanya. Tanpa disadari pipinya mulai mengeluarkan rona merah.