100:4=25

390 58 5
                                    

°
°
°
°
°

Helaan nafas nampak sudah berkali-kali Minho hembuskan. Sepuntung rokok yang kini hanya sisa setengahnya masih terjepit dengan epiknya di sela jarinya.

Pandangan Minho nampak kosong, kepalanya sedikit mendongak menatap lurus pada objek langit di atasnya. Punggung lebarnya ia sandarkan pada sebuah dinding rooftop.

Pikirannya begitu berkecamuk saat ini, rasa panas hati juga gelisah tengah memenuhi relung hatinya.

Jika di tanya apa penyebab Minho seperti ini adalah Tak lain dan tak bukan karena sosok adiknya, Jisung. Juga sang rival, Seungmin.

Pasalnya, Minho tadi tak sempat melihat kedua orang itu tengah bermesraan di belakang sekolah. Di tambah, Minho melihat sendiri bagaimana Jisung yang mencium Seungmin tadi.

Benar-benar sakit.

Rasanya Minho ingin egois terhadap perasaan nya, tapi tiba-tiba saja Minho teringat dengan ucapan Seungmin kemarin malam.

Ia harus mencoba untuk melepas Jisung, karna mau bagaimana pun Juga Jisung itu adiknya dan perasaannya ini salah, cepat atau lambat Jisung pasti akan menemukan cintanya di luar sana, dan Minho harus terima akan fakta tersebut.

Minho tak bisa egois, karna ini menyangkut tentang kebahagiaan adiknya.

Meskipun kebahagiaan sang adik ada pada sang rival, Minho harus mencoba menerimanya. Walaupun masih sedikit ragu juga.

"Wey, Sa. Lo ngapain anjir disini?"

Minho menoleh, dan mendapati kemunculan sang teman yang kini tengah berdiri disampingnya.

"Bolos lah, Chan." Jawabannya santai sembari menyesap puntung rokoknya. "Lo sendiri, ngapain disini?"

"Cari angin sih.."

"Cari angin apa bolos?"

"Ya...ngebolos buat cari angin."

Minho berdecih pelan ketika mendengar jawaban dari Chan barusan. Padahal lelaki berkulit pucat itu cukup mengatakan ingin bolos saja tanpa perlu beralasan lain.

"Rokok gak?"tawar Minho.

"Gak dulu, gue abis kena khotbah dari doi gue."

"Kak nur?"

Chan mengangguk. "Iyalah, siapa lagi doi gue selain dia?"

"Ya gue pikir ada yang lain."

"Si bangsat satu ini pengen gue hantam ya?"

"Bercanda Chan, serius banget dah." Gurau Minho sembari menyesap puntung rokoknya. "Btw—gue mau cerita deh.."

"Cerita aja, gak ada yang mau dengerin."

"Ini lagi di lantai 3 loh, Lo bisa aja gue tendang dari atas sini sampe lantai dasar, mau?"

Chan tertawa renyah. "Canda, canda, serius banget dah." Ucap Chan sembari mengikuti ucapan Minho sebelumnya.

"Rese Lo anjing." Cibir Minho.

"Oke, oke serius—lo mau cerita apaan emang?"

"Soal perasaan gue.."

"Anjay, jadi duta sad boy Lo sekarang?"

"Diem dulu ngapa! Gue mau cerita nyet!"

Chan tentu langsung terdiam, Minho kalau sudah kesal itu kelewat seram. Chan saja bisa sampai tidak berkutik.

"Gue lanjut—Jadi gini..." Minho sedikit menjeda ucapannya sejenak, membuat Chan jadi harus merasa kebingungan di tengah cerita.

"Apa?"

Perfect || Seungsung Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang