00. Kematian

168K 10K 350
                                    

"Gue gak cinta sama lo."

"Tapi gue cinta harta yang lo punya dan adik angkat lo yang manis ini."

Masih dengan keterdiamannya, Raina berusaha mengembalikan kesadarannya. Mencerna semua ucapan yang baru saja menembus gendang telinganya.

Tidak, ini pasti hanya sebuah candaan...

"Katanya pinter, tapi nyatanya bodoh."

Lagi, sesuatu yang tak kasat mata itu seperti menusuk di seluruh tubuhnya, begitu tajam. Rasanya sangat sakit mendengar perkataan itu yang dilontarkan oleh orang yang dia sayangi.

Raina berusaha tetap tertawa, walau terdengar sumbang. "Babe, kamu ngomong apa sih? Tanggal ulang tahunku udah lewat, kalo mau buat kejutan jangan gini ah."

Mereka berdua tertawa.

Arlan dan Gina.

Pacar dan adik angkatnya.

Bukan, itu bukan tawa yang hangat.

Tetapi tawa yang terdengar mengejeknya...

"Lihat, bodoh sekali pacarmu!"

Arlan ketawa. "Iya Ra, lihat ini adalah kejutan."

Raina terbelalak, tak percaya melihat Arlan mencium bibir Gina dengan penuh nafsu. Raina menggeleng, ini tidak benar! Kejutannya terlalu melampaui batas. Dengan kasar Raina mendorong Gina hingga tersungkur, Arlan yang melihat itu langsung bergegas mendekati Gina, membantunya berdiri. Kemudian menatap Raina tajam.

"Apa-apaan lo?!" Bentak Arlan.

Raina terkejut mendengar bentakan itu, matanya berkaca-kaca. "K-kamu bentak aku?"

"Cih! Najis."

Gina yang melihat itu tersenyum mengejek Raina, sangat puas melihat kakak angkat tersayangnya di saat seperti ini.

"Sayang, jangan buang-buang waktu. Penerbangan kita satu jam lagi," ucap Gina kepada Arlan dengan manja.

Raina menggeleng, bahunya naik turun menahan emosi yang ingin meluap. "Fuck! Pengkhianat keparat kalian!"

Pengkhianatan. Ini yang namanya pengkhianatan? Sakit, rasanya begitu sakit. Bahkan Raina tidak bisa menggambarkan rasa sakit ini hanya dengan tetesan air mata, ini lebih dari itu.

"Pengkhianat! Kalian selama ini hanya memanfaatkan kebaikanku? Memeras semua hartaku? Iya?!" teriak Raina dihadapan mereka.

Air mata yang tidak bisa lagi Raina cegah akhirnya lolos membanjiri pipinya, Raina sudah mengorbankan semua demi kedua orang ini. Menuruti semua kemauan mereka, karena pada dasarnya Raina sayang mereka.

Tidak, itu dulu.

Sekarang hanya ada tatapan kebencian yang tersorot jelas untuk mereka.

"Ck, banyak omong!" Arlan dengan kasar menarik tangan Raina, membawanya duduk di kursi yang sudah mereka siapkan.

Raina memberontak. "Lepas! Jangan sentuh gue bajingan!"

Arlan menekan bahu Raina kasar saat dia sudah terduduk di kursi, Arlan tersenyum remeh melihat pacarㅡah, mantan pacarnya.

"Terima kasih buat semuanya Raina, gue pastiin habis ini lo pasti tenang di sana."

Dengan memberikan isyarat, Gina langsung mendekati Raina dengan membawa tali. Senyuman itu masih tercetak di bibirnya, membuat Raina semakin emosi.

Dia tidak suka diremehkan!

Raina terbelalak melihat Gina melingkarkan tali itu dilehernya, dengan panik Raina terus berusaha memberontak. Tetapi tenaga Arlan jelas lebih kuat dibanding dirinya.

"Lo mau ngapain?! Gina! Lepasin gue!"

"Sstt, jangan berisik."

Arlan meraih ujung tali yang dipegang Gina, lalu menyuruh Gina memegangi Raina. Arlan menumpuk meja-meja menjulang hingga tinggi, kemudian menaikinya dan menali tali itu dengan erat pada besi di atas sana.

Dengan otomatis tali yang dililitkan pada leher Raina tertarik keatas, saat Arlan menarik tali di atas Raina terbelalak. Tubuhnya melayang di atas sana dengan tali yang melilit dilehernya, kedua kakinya menendang-nendang di udara. Kedua tangannya memegang tali di lehernya, bibirnya terbuka saat dia merasa tidak bisa mendapatkan oksigen.

Gina menghampiri Arlan yang baru saja turun dari meja, sejenak mereka saling menautkan kedua bibir dan kemudian melambaikan tangannya pada Raina di atas sana.

"Terima kasih transfer uangnya kakak Raina tersayang, aku dan Arlan pergi dulu ya. Selamat menikmati sisa hidupmu!" ucap Gina sebelum mereka keluar meninggalkan tempat itu.

Raina menangis di atas sana, dia sangat kesusahan untuk bernapas. Lehernya sakit, kepalanya sakit, seluruh badannya sakit.

Dengan sisa-sisa tenaganya Raina memejamkan kedua matanya, tubuhnya sudah lemas, dia tak mampu bergerak, dia sudah tidak bisa bernapas.

Hingga akhirnya, Raina memilih untuk diam.

Pasrah menunggu ajalnya datang.

°°°°°

HI GUYS! WELCOME 💘

Terima kasih untuk kalian semua yang sudah mampir ke sini baca HL 😚 Ini lope buat kalian ♡♡
JANGAN LUPA add cerita HL ke perpustakaan kalian dan FOLLOW AKUN ya! Biar kalian tau notif update-nya.

Instagram:

.

⚠️⚠

Saya anjurkan sebelum membaca part pertama dan seterusnya, budayakan baca deskripsi cerita dahulu ya. Cerita ini murni dari ide dan pemikiran ku sendirian, jadi tolong jangan plagiat/copy paste apapun yang ada di sini!!
Tolong berpikir dengan bijak!

.

Jangan lupa, tinggalkan jejak di cerita ini, mari kita saling menguntungkan. Kamu bebas membaca cerita saya, dan tolong kasih cerita HL ini vote dan komen, walaupun hanya satu komen saja saya sangat menghargainya.
💓💓

.

Selamat membaca Hello, Liebling!
Salam manis untuk pembaca HL
Tertanda, Griefovdy.

Hello, Liebling!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang