Dua hari telah berlalu tepat setelah kejadian brutalnya Alric menghajar Arlan. Dua hari itu juga Raina tak mendapatkan kabar dan pesan dari pria itu, sama sekali. Pernah Raina menghubungi Derick guna menanyakan tentang pria itu, ia sudah tahu kalo Derick adalah orang kepercayaan Alric.
Namun, Raina hanya bisa menggigit bibir menahan tangisnya saat membaca balasan Derick yang menyatakan kalau Alric kembali keluar kota, pria itu memilih kembali mengawasi perjalanan proyeknya padahal pria itu sudah menyelesaikan beberapa hal yang memang ia tangani dan sisanya diurus sekertarisnya.
Raina bisa menyimpulkan kalau Alric memang sengaja menjauhinya, dan kembali menyibukkan diri.
Entah sudah berapa ratusan pesan yang Raina kirim untuk Alric, mengirim pesan maaf sebanyak-banyaknya, ia juga berusaha menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi antara dirinya dan Arlan. Raina tahu Alric pasti salahpaham saat melihat posisinya dan Arlan yang pada saat itu terlihat begitu intim.
Beberapa kali Raina mencoba menelepon Alric. Berdering, namun selanjutnya tak ada sahutan.
Sama seperti saat ini, dengan kedua tangan yang gemetar Raina menekan nama kontak Alric. Kemudian melakukan panggilan telepon, berharap kali ini Alric mengangkat teleponnya.
Berdering.
"Ayo angkat, please," bisik Raina dengan menatap layar ponselnya penuh harap.
Bibirnya melengkung ke bawah, lagi dan lagi tak ada jawaban dari telepon yang berdering itu. Dengan gerakan lemas Raina menaruh kembali ponselnya di atas meja belajarnya, perlahan ia menarik napas panjang, lalu membuangnya dengan lembut.
Raina menggerakkan telapak tangannya terburu-buru saat mengusap pipinya yang basah karena air matanya, seseorang mengetuk pintu kamarnya. Ketika Raina baru ingin mendekati pintu kamar dan membukanya, seseorang dibalik pintu itu telah membukanya dahulu.
"Bunda, ma--maaf Raina belum mandi. Duh, Raina belum siap-siap," ringis Raina tak enak saat melihat bunda Rika masuk kamarnya, terlihat bundanya telah berpakaian begitu rapi.
Ia hampir melupakan kalau malam ini acara ulang tahun Gina diadakan.
Bunda mengeleng melihat kelakuan putrinya, padahal sudah hampir setengah jam lalu dirinya pesan pada Raina agar segera bersiap. "Makanya jangan nangis terus, Gina sama Ayah nanyain kamu terus loh di bawah."
Raina menggaruk batang hidungnya, memilih diam tak menanggapi ucapan bundanya. Bundanya pasti melihat jelas matanya yang merah dan sedikit membengkak akibat terlalu lama menangis.
"Sana mandi, dandan yang cantik. Habis ini acara ulang tahun Gina dimulai loh, jangan sampai ketinggalan, ya?" pesan bunda Rika kepada putrinya, senyuman dari bunda Rika begitu menghangatkan hati Raina.
Raina mengangguk, tersenyum tipis. "Iya, Bunda."
Masih dengan senyuman hangatnya bunda Rika mengusap surai panjang putrinya, sedangkan tangan satunya ia gunakan untuk mengusap lembut jejak-jejak air lama yang mengering di area mata putrinya.
"Apapun masalahmu, berpikir dengan bijak dan dewasa saat ingin menyelesaikannya. Lama atau tidaknya masalahmu, pasti pada akhirnya akan terselesaikan. Ingan ya, sayang, tak semua orang punya kemampuan menyelesaikan masalah saat dirinya sedang dikuasai emosi. Jadi Bunda minta, Raina harus tetap tenang," ucap bunda Rika dengan lembut. Wanita itu berusaha membuat putrinya tenang, agar tak terlalu larut dengan masalah yang menimpanya.
"Kalau memang itu salahmu, maka katakanlah kamu salah. Kalau memang ada suatu kesalahpahaman, maka katakan dan jelaskan. Bunda yakin, Alric bakalan dengerin semua penjelasan dari Raina. Jangan lupa juga buat minta maaf, ya sayang? Bunda yakin kalau Raina bisa menyelesaikan masalahnya sendiri," lanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Liebling!
ChickLit[ SELESAI ] Selamat membaca. sorry if there is a typo(s) Dia, Lorraina Vabella. Dia gadis cantik yang angkuh. Dia gadis manis yang sombong. Dia seharusnya sudah meninggal. Rencana busuk yang dilakukan adik angkat dan pacarnya, mengakibatkan nyawanya...