Empat tahun kemudian.
Jam menunjukkan pukul sepuluh pagi, belum begitu siang, tapi sepertinya matahari sudah memaksa menampakkan sinarnya. Memang, cuaca akhir-akhir ini terlihat begitu terik.
Lorong-lorong bangunan itu dipenuhi oleh para mahasiswa yang baru saja telah menyelesaikan jam kelasnya, suara langkah kaki berbalut sepatu dan high heels itu sayup-sayup terdengar saat melewati lorong bangunan yang lebih sepi, suaranya menyaring mengisi sudut-sudut lorong.
Candaan demi candaan terus terlempar dari mulut sang mahasiswa kepada dosennya, mereka semua terlihat begitu akrab. Dosen muda itu memang terkenal di dalam lingkungan universitasnya, selain berparas cantik dia juga punya aura yang menyenangkan. Membuat siapapun dengan mudah bisa terjerat ke dalamnya.
"Makin hari, Bu dosen makin cakep banget. Spill skincare-nya boleh kali ya, hehe."
Dosen itu tertawa.
"Mau saya anterin pulang, nggak Bu? Tenang, Bu. No baya-bayar club, Kiw."
"Bisa aja lo ubi singkong."
Sejenak meredakan tertawa, lalu dosen itu pun mengeleng. Tersenyum sopan. "Thank you, tapi saya sudah ada jemputan. Go first, please," tolaknya kemudian.
Mahasiswa itu menyengir sebab tertolak dan disorakin teman-temannya. "That's okay, kalo gitu saya duluan ya, Bu."
Raina, dosen muda yang hampir satu tahun ini mengajar di universitas negeri pusat. Banyak hal yang perlahan berubah dalam dirinya selama ini, ia benar-benar mematangkan dirinya untuk menjadi lebih dewasa. Mengontrol dirinya agar bisa lebih mandiri dan tidak labil seperti dulu lagi.
Kakinya yang terbalut high heels itu melangkah anggun keluar dari bangunan, tangannya bergerak melepas kacamata yang sejak tadi pagi sudah melekat indah, ia merasa lama-lama lelah karena memakai kacamata. Bertepatan dengan dirinya yang ingin memasukkan kacamatanya ke dalam tas, ponselnya pun berdering.
Notifikasi pesan pun muncul di layar ponselnya.
Liebling 💗
Aku sudah di depan
Cepat ke sini aku kangenRaina memutar bola mata malas, namun tak urung ia tertawa geli. Kesayangannya itu baru saja pulang dari luar kota dan dengan keras kepala bilang ingin menjemputnya. Raina sempat menolak, ia pun menyuruhnya pulang saja agar bisa langsung istirahat di rumah. Tapi rayuannya itu gagal karena alasannya kangen berat dengannya.
Yang paling bucin memang seperti itu.
"Bu, Raina!"
Sang pemilik nama menghentikan langkahnya, lalu menoleh ke arah orang yang memanggilnya. Sekilas Raina melirik mobil putih yang berada beberapa langkah di depannya, kemudian memfokuskan diri kepada seseorang yang memanggilnya.
"Bu, Lenny? Kenapa, nih, kok panggil-panggil saya? Kalo mau ngajak saya shopping nggak bisa dulu ya, Bu. Udah dijemputㅡ"
"Aduh, bukan kok. Cuman mau ngobrol ajaㅡeh, anu, emㅡBu Raina dijemput siapa, ya?" Raina mengerjap sebentar, mencerna pertanyaan dari dosen itu. Diam-diam ia memperhatikan dosen berkerudung biru muda itu beberapa kali mencuri pandang ke arah mobil putih di sana.
Raina menghela napas, ia tau maksud dari dosen ini. "Sama supir, Bu. Kenapa? Ibu mau nebeng minta antar pulang?"
Dosen itu sedikit tersentak, lalu tersenyum kaku. Kepalanya menggeleng patah-patah, sambil matanya melirik-lirik. "Nggak, nggak kok, Bu. Saya 'kan bawa mobil hari ini, eh, tumben kok dijemput supir. Suaminya kemana, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Liebling!
ChickLit[ SELESAI ] Selamat membaca. sorry if there is a typo(s) Dia, Lorraina Vabella. Dia gadis cantik yang angkuh. Dia gadis manis yang sombong. Dia seharusnya sudah meninggal. Rencana busuk yang dilakukan adik angkat dan pacarnya, mengakibatkan nyawanya...