Raina memelankan langkah kakinya saat dirinya hampir mendekati tangga, kedua tangannya memegang erat satu kardus yang berisi beberapa buku pelajarannya. Ia baru saja kembali dari gudang belakang, tadinya Raina bersama bunda. Karena bundanya kelupaan bangunin ayah, jadi bunda langsung naik duluan.
Kedua matanya melirik Gina yang berada di ruang tamu, terlihat begitu asik dengan ponsel di tangannya. Raina memutar bola mata malas, Gina benar-benar merusak pemandangan.
Tangannya saling mengeratkan, kakinya mulai melangkah menaiki tangga. Jujur Raina sangat kesusahan, kardus di tangannya menutupi separuh wajahnya. Dengan sangat hati-hati Raina meraba anak tangga di atasnya, kepalanya menunduk dengan sedikit ke samping, walau tak sepenuhnya Raina bisa melihat tangga-tangga di atas sana, tapi Raina bisa merasakannya.
"Sayang, hati-hati!"
Raina mendongak, melihat ayahnya yang berjalan turun tangga mendekatinya dengan raut wajah khawatir. Raina tersenyum, ketara sekali ayahnya baru bangun tidur, padahal ini sudah malam. Bisa Raina tebak kalau Ayahnya sedang disibukkan dengan pekerjaanya, hingga waktu tidurnya tak terjadwal dengan baik.
"Kenapa nggak panggil Ayah buat angkat ini?" Nendra mengambil kardus yang putrinya bawa, beralih dirinya yang membawanya.
Raina mengeleng, tersenyum hangat menatap ayahnya. "Ayah 'kan lagi bobo, Raina nggak mau nganggu."
Nendra ikut tersenyum, putrinya begitu perhatian. "Ya dibangunin dong cantik," jawab Nendra lembut, tangannya mengusap puncuk kepala Raina.
"No, no! Ayah pasti capek habis kencan sama kertas-kertas, biar kencan besoknya lebih lancar harus istirahat dulu." Raina tersenyum genit menatap ayahnya, tangannya bergerak memeluk lengan kekar ayahnya.
Melihat perilaku putrinya yang menatap dirinya genit membuat Nendra tak tahan untuk tertawa, putrinya begitu menggemaskan. Nendra menunjuk ke depan dengan dagunya, maksudnya menyuruh Raina berjalan kembali ke kemarnya.
Raina yang mengerti maksud ayahnya pun langsung menurut, sekilas matanya melirik Gina yang masih ada di ruang tamu. Sejenak kedua mata mereka bertemu, Gina dengan sorot datarnya menatap Raina, sedikit Raina bisa melihat tatapan iri yang terlihat dari sorot matanya.
Karena tak ingin tenggelam terlalu dalam akhirnya Raina tersenyum tipis kepada Gina, lalu membuang muka kembali fokus kepada ayahnya.
"Ayah playboy banget, udah punya Bundanya Raina yang cantik gitu masih aja oleng sama kertas-kertas pucat," ucap Raina dengan ekspresi seakan-akan dirinya sedang kesal dengan ayahnya, tetapi malah terlihat sangat manis di mata Nendra.
Nendra hanya menanggapinya dengan tawa kecil, membiarkan putrinya berbicara sepuasnya. Mereka jarang ngobrol dan bercanda seperti ini, Nendra sangat bahagia melihat putrinya yang tak lagi mengacuhkannya.
"Nggak bosen apa Yah? Berduaan mulu sama kertas! Bundanya Raina cemburu tau." Melihat Ayahnya yang menatapnya geli membuat Raina tertawa setelah mereka masuk ke dalam kamarnya.
Nendra meletakkan kardus yang ia bawa di samping meja belajar putrinya, lalu berbalik melihat putrinya yang berada di belakangnya.
"Thank you so much, Dad!"
"Sama-sama, sayang. Kamu mau lanjut belajar lagi?" tanya Nendra sambil mengusap surai panjang Raina. "Kalo gitu jangan tidur terlalu malam, takutnya besok kamu di sekolah jadi ngantuk."
Raina mengangguk dengan antusias. "Siap kapten!"
Nendra memeluk putrinya sebentar, lalu mengecup kening putrinya. Setelah mengucapkan selamat malam untuk putrinya ia langsung keluar dari kamar, membiarkan putrinya untuk istirahat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Liebling!
ChickLit[ SELESAI ] Selamat membaca. sorry if there is a typo(s) Dia, Lorraina Vabella. Dia gadis cantik yang angkuh. Dia gadis manis yang sombong. Dia seharusnya sudah meninggal. Rencana busuk yang dilakukan adik angkat dan pacarnya, mengakibatkan nyawanya...