Semenjak kejadian di kantor Alric dua hari yang lalu, Tama masih merasa tak terima. Ditambah lagi saat mendapatkan aduan dari perempuan suruhannya tentang perlakuan Alric. Ia merasa bahwa cucunya itu sudah bertindak keterlaluan, telah melewati batas.
Cucunya itu benar-benar menentangnya. Tak ada lagi Alric yang penurut saat dengannya, pikirannya ini semua adalah salah Raina. Perempuan yang akhir-akhir bersama cucunya, namun ada satu hal yang membuat hati pria tua itu mendadak gelisah.
"Anda hanya mengenal putriku dari cerita buruk orang-orang. Apa anda tidak ingin mengenalnya secara langsung?"
Suasana tenang dalam mobil itu menjadikan tempat yang tepat untuk melamun, terpaan angin yang sejuk pun melengkapi. Entah sejak kapan pikiran pria tua itu dipenuhi perkataan yang memaksa berputar dalam otaknya.
Kalimat yang Nendra ucapkan padanya dua hari lalu masih terus ia ingat. Tama merasa sedikit tersentil dibuatnya.
Selama ini Tama menang belum bertemu Raina secara langsung, tapi ia tau bagaimana sosok Raina itu. Dari yang ia tangkap, yang ia dengar tentang perempuan itu adalah keburukannya. Tentang bagaimana perempuan itu menolak perjodohan yang diajukan Alric, dan bagaimana perempuan itu bertingkah dengan keangkuhannya.
Satu hal yang Tama sadari, ia tak pernah mencari tau tentang sisi positif dari Raina.
"Saya yakin anda sangat mengenal Alric daripada saya. Tapi, apa pernah anda bertanya kepadanya kenapa dia sangat mencintai dan menyayangi putriku? Kepada dia sampai berani menantangmu hanya untuk seorang perempuan? Anda tidak tau alasannya? Berarti anda tak mengenal Alric sepenuhnya."
Benar.
Tak sekalipun Tama memberikan kesempatan untuk Alric guna menjelaskan semuanya, yang ia lakukan hanya menyuruh Alric untuk diam. Pikirnya, Alric memang tak membutuhkan apapun karena selama ini sudah ia penuhi semuanya.
Memang bukan salah Alric jika mulai memberontak.
"Yang anda tau, yang anda inginkan adalah hal yang terbaik untuk Alric. Saya paham, saya juga menginginkan itu untuk Raina. Tapi ... jika ini tentang kesempurnaanㅡ"
Tama mengalihkan pandangannya menatap kaca jendela mobilnya yang terbuka separuh, mempersembahkan hamparan jalanan yang terisi oleh mobil-mobil. Kemudian pria itu menghela napas sedikit kasar.
"ㅡanda tidak akan mendapatkannya di dunia ini."
Sebelumnya tak ada yang bisa membuat kepribadian Tama yang ambisius ini menjadi sedikit gelisah akan perbuatannya selama ini, dan apa yang dikatakan Nendra dua hari yang lalu cukup membuatnya kepikiran terus. Ucapan tegas dan bijaksana dari ayah Raina seketika menampar kesadaran Tama.
"Tuan, sudah sampai."
Kerutan di mata pria tua itu semakin terlihat saat ia menyipitkan kedua matanya, melihat banyak anak muda berpakaian putih-abu-abu di depan sana. Tepat sekali Tama sampai dengan jam pulang sekolah.
"Kau yakin dia bersekolah di sini?"
Sang supir mengangguk mantap. "Benar tuan."
Tama menggerakkan bola matanya menelusuri bangunan di depannya, tempat Raina bersekolah.
•••••
"Nggak usah banyak omong, deh, Der. Kalo mau nganterin Sharen pulang, ya tinggal bilang aja kali. Nggak usah pake basa-basi segala."
"Gue nggak basa-basi!" seru Derick tak terima.
"Halah, alasan." Raina memutar bola mata malas, lengannya yang mengampit tangan Sharen pun ia longgarkan. Kemudian menarik tangan Sharen ke arah Derick. "Gandeng, dong, Der," pintanya kemudian.
![](https://img.wattpad.com/cover/308387214-288-k186213.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Liebling!
ChickLit[ SELESAI ] Selamat membaca. sorry if there is a typo(s) Dia, Lorraina Vabella. Dia gadis cantik yang angkuh. Dia gadis manis yang sombong. Dia seharusnya sudah meninggal. Rencana busuk yang dilakukan adik angkat dan pacarnya, mengakibatkan nyawanya...