37. Manja

33.2K 3.6K 40
                                    

Satu jam lebih sudah berlalu, dan Alric sampai sekarang masih terus setia menatap ponselnya. Sesekali ia menoleh ke pintu apartemennya. Ia sedang menunggu seseorang yang satu jam lalu mengirim pesan untuknya, mengatakan kalau orang itu ingin berkunjung.

Waktu berlalu begitu cepat dan Raina belum juga sampai. Rasa cemas serta khawatir tiba-tiba menyerang Alric saat ini, bagaimana tidak, jarak yang ditempuh dari rumah Raina ke apartemennya tak ada tiga puluh menit. Dan Raina yang mengatakan akan pergi ke apartemennya dari satu jam lalu, belum sampai.

Kemana dia? resahnya dalam hati.

Tak ingin terlalu kalut dalam pikiran negatifnya, Alric dengan segera menelepon Raina, guna memastikan jika perempuan itu dalam keadaan baik-baik saja.

"Shit," umpatnya pelan saat mendengar suara operator, bukan suara Raina.

Ketika Alric baru ingin kembali menelepon Raina tiba-tiba bel dari pintu apartemennya berbunyi, dengan segera Alric bangkit dari duduknya, melemparkan ponselnya ke arah sofa begitu saja. Kemudian berjalan dengan langkah panjangnya agar segera meraih gagang pintu apartemennya.

Pintu terbuka.

"Hai!"

Alric mengerjap saat melihat pemandangan di depannya. Di sana, di depannya, Raina berdiri menatapnya dengan senyuman manisnya, serta kedua tangannya menenteng penuh dengan bungkusan plastik yang Alric tak tahu apa isinya. Berbelanja? pikirnya.

"Lama banget, ya? Maaf ya Ric, aku tadi mampir dulu beli ini semua," ucap Raina menjelaskan kepada Alric, dengan kedua tangan mengangkat bawaannya.

Spontan Alric mengeleng, ia menutup kembali pintu apartemennya saat perempuan itu sudah masuk. Dengan tangan kekarnya Alric meraih tengkuk Raina, membuat Raina mendekat kepadanya. Alric pun menundukkan kepalanya, mencium lama pipi kiri perempuan itu. Membuat Raina tersenyum lebar dengan kedua pipi yang kini merona tanpa izin.

"Aku khawatir kamu kenapa-kenapa, aku telpon nomormu nggak aktif." Alric mengambil alih bawaan Raina, lalu menggiring perempuan itu masuk ke ruang tamu.

"Eh, iya, hehe. Baterai ponselku habis, terus mati deh. Maaf ya?" jawab Raina dengan nada sedikit merengek.

Perasaan bersalah langsung menyerang dirinya, harusnya Raina tadi bergerak dengan cepat, dan tak membuat laki-laki yang ia cintai ini khawatir karena menunggunya begitu lama.

Alric tersenyum lembut saat menatapnya. Ia meraih tangan Raina dan menyuruhnya untuk duduk di sofa. "Nggak apa-apa, lupain, yang penting sekarang kamu baik-baik aja."

"Beli apa aja ini?" tanya Alric setelah melihat bawaan Raina yang ia taruh di meja ruang tamunya.

"Banyak!" jawab Raina dengan semangat.

Raina mendekatkan dirinya untuk membuka bungkusan yang ia bawa, mulai dari bungkusan paling dekat dengannya ia langsung membukanya satu persatu. Melihat Raina yang sedang asik membuka satu persatu bungkusan makanannya itu, Alric memilih menatap perempuan cantik itu dengan punggung yang ia sandarkan pada sofa.

"... Ini martabak telur, ini hamburger kecil, ini roti bakar, ini roti selai, ini ... ini jagung anjing haha." Raina tertawa sambil mengangkat satu tusuk corndog hangat yang belum dilumuri saus.

"Tadi aku pengen beli sate, tapi nggak nemu yang jual," adu Raina kepada Alric dengan bibir yang ia majukan.

Alric tertawa geli, ia mencondongkan tubuhnya ke depan Raina. "Mau aku beliin?" tawarnya.

Raina menoleh, ia sedikit berpikir sebelum akhirnya menggeleng pelan. Raina takut tak bisa menghabiskan semua ini kalau ketambahan satu lagi, walaupun makanan itu yang saat ini sangat Raina inginkan.

Hello, Liebling!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang