23. Terasa Seperti Kenyataan

43.2K 4.8K 93
                                    

"Raina?"

"Raina!"

Raina membuka matanya dengan terkejut, teriakan keras yang memanggil namanya serta guncangan yang ia rasakan di bahunya sukses membuatnya terbangun dari siksaan mimpinya. Ia menegakkan tubuhnya, terlihat keringat bercucuran di dahinya, napasnya pun ikut memburu.

"Kamu baik-baik aja, Ra?" tanya Sharen yang menatap Raina khawatir.

Sharen datang beberapa menit yang lalu, Sharen sudah melihat Raina tertidur dengan buku sebagai bantalnya. Karena melihat Raina tidur begitu pulas akhirnya Sharen memutuskan tidak membangunkannya, pikirnya mungkin semalam Raina terlalu lama belajar untuk kuis nanti sampai-sampai lelah dan kurang tidur. Akhirnya Sharen memilih menyibukkan diri mencatat dan mempelajari rumus-rumus sebari menunggu Raina bangun.

Tetapi ketika melihat Raina tidur dengan tubuh yang sedikit bergetar seperti sedang ketakutan membuat Sharen cemas sendiri, lalu ia membangunkan Raina saat napas gadis itu yang kian semakin memburu. Entah mimpi apa yang sedang Raina jelajahi, raut wajahnya terlihat kesakitan dan ketakutan dengan mata terpejam.

Mimpi? Di pagi hari?

"Raina?" panggil Sharen lagi.

Raina menentralkan napasnya, kemudian merapikan rambutnya yang ia rasa sedikit berantakan. Kedua matanya menatap Sharen seperti orang linglung.

"Ah, iya apa?" sahutnya.

"Kamu mimpi buruk?" Sharen meneliti raut wajah Raina yang terlihat pucat. "Apa kamu sakit, Ra?"

Raina mengeleng, mengibaskan tangannya di depan wajahnya. "Gue nggak sakit kok, cuman dapet mimpi buruk aja tadi. Serem tau, gue dikejar dedemit sampe ngos-ngosan."

Gila, bisa-bisanya gue mimpi kayak gitu. Berasa nyata banget, ngilunya sampe bisa gue rasain, lanjutnya dalam hati.

Sharen mengerutkan alisnya melihat Raina yang sekarang sedang tertawa, ia bisa merasakan tawa itu adalah tawa yang dipaksakan. Sebenarnya apa yang Raina mimpikan? Raut wajahnya sampai pucat seperti itu, Sharen membatin.

"Eh, lo udah lama nungguin gue tidur? Kenapa nggak bangunin gue?! Duh, jam berapa nih." Raina mengambil ponselnya yang ada di dalam sakunya, menghidupkan layarnya dan melihat jam.

Pukul tujuh kurang lima belas menit, pas. Raina mengerjap, ia merasa kalau tidurnya tadi itu lama, tapi ternyata tidak. Apa mungkin karena mimpi itu?

"Maaf, aku melihatmu tidurnya nyenyak. Jadi aku nggak bangunin kamu dulu," jawab Sharen dan tersenyum ke arah Raina.

Raina mengeleng. "Harusnya lo bangunin gue aja, biar gue nggak dikejar dedemit kayak gini di mimpi," jawabnya lalu menyengir.

"Ini kita mau lanjut sekarang? Udah mau masuk nih." Raina melihat tumpukan buku-buku di hadapannya, masih terlihat rapi. Tidak bertebaran karena dilempar Gina, seperti di mimpinya.

"Ada beberapa yang udah aku catat kok, tinggal rumus di bab selanjutnya." Sharen mengambil buku catatannya, dan menunjukkan isi bukunya yang sudah terisi berbagai rumus.

"Oke-oke, sip! Sorry ya. Gue ketiduran, padahal masih pagi," ucap Raina meminta maaf.

Sharen mengangguk menanggapinya. Kemudian keduanya bangkit, memasukkan buku-buku mereka ke dalam tas masing-masing, dan melangkah bersama keluar perpustakaan menuju kelas.

Masih seperti hari-hari lalu, setiap kali mereka bedua berjalan bersama pasti semua murid-murid menatap mereka dengan berbagai tatapan. Raina tak peduli dengan mereka, begitu pula dengan Sharen.

Saat mereka tiba di belokkan koridor yang menjadi pembatas kelas XI dan XII, mereka berjalan dengan arah yang berbeda dengan Gina. Raina tau itu Gina, tapi ia tak beraksi apa pun. Pikirannya mulai mengingat mimpinya tadi.

Hello, Liebling!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang