Extra Chapter II

34.5K 3.2K 17
                                    

Tiga ekor kelinci itu berlari ke arah Etta yang tengah terduduk anteng di atas rerumputan halus. Beberapa wortel berukuran kecil tergeletak di dekat Etta, membuat kelinci-kelinci itu terpancing ke arahnya. Salah satu kelinci kecil itu bergerak naik di atas pahanya, Etta tertawa lucu sebab merasa kegelian.

Raina tersenyum melihatnya. Setelah melepaskan kelinci-kelinci itu ia langsung menutup kembali pintu kandang. Raina ikut duduk di samping putrinya, mengambil satu anak kelinci lalu membawanya dalam pangkuannya.

Melihat kelinci-kelinci yang begitu kompak memakan wortel membuat Etta mengerutkan alisnya, ia menoleh mencari sisa wortel. Tangan kecilnya bergerak menggapai wortel, namun tak sampai. Raina yang mengerti pun langsung mengambil wortel itu dan memberikannya pada Etta.

Ia kira Etta akan memberikan wortel itu untuk kelinci, ternyata dugaannya salah. Etta malah memasukkan ujung wortel ke dalam mulutnya, terlihat mulutnya bergerak-gerak seakan sedang mengigit.

Raina tertawa saat Etta membuang wortel itu dengan ekspresi tak suka. Putrinya merangkak mendekati kelinci yang memakan wortelnya, telapak tangan kecilnya menepuk-nepuk kelinci itu.

"Mamaaa."

"Eh, eh, jangan dicekik gitu." Dengan segera Raina melepaskan kelinci dalam genggaman tangan mungil putrinya.

Etta berusaha berdiri, ia memegang lengan sang mama. "Sini, gendong kelincinya kayak gini." Raina mengarahkan Etta untuk menggendong kelinci itu dengan benar.

Dalam gendongan Etta kelinci itu pun hanya diam saja, dengan berdiri Etta tersenyum lebar melihat kelinci yang ia gendong. Raina dengan sigap menahan tubuh Etta saat putrinya ingin tumbang, Etta pun tertawa senang.

"Nyonya, ini susunya Non Etta."

"Oh iya, taruh meja situ aja, Bi." Raina menunjukkan meja yang ia maksud, letaknya tak jauh dari tempatnya. "Makasih, Bibi. Etta, bilang makasih gitu ke Bi Yanti," suruh Raina kepada Etta dengan lembut.

Etta mendongak, kelinci itu masih ada dalam gendongannya. "Sih," cetusnya dengan polos.

Bi Yanti tertawa gemas, ia menyempatkan menusuk pipi gembul Etta dengan jari telunjuknya. "Sama-sama, Non," jawabnya sebelum akhirnya pergi dari sana.

"Mama."

Raina yang sedang mengelus-elus kelinci di pangkuannya pun langsung menoleh. Ia melotot melihat kelinci yang tadinya ada di dalam gendongan putrinya kini sudah berpindah dalam cengkraman tangan mungil Etta.

"Nanti nggak bisa napas kelincinya, lepas dulu."

"Pas?"

Raina mengangguk. "Iya dilepas dulu, dipegang yang bener."

"Pas."

Etta melemparnya dan kelinci itu jatuh.

"Astaga ..." gumam Raina pelan.

"Mam mam, pas!" Etta menunjuk kelinci di pangkuan sang mama.

"Etta, liatin Mama." Etta berjongkok lalu terduduk. Sesuai perintah sang mama, Etta pun melihat Raina dengan tatapan polosnya.

"Kalo mau lepas kelincinya, jangan dilempar, ya. Di taruh kayak gini."

Raina mencontohkan. Kelinci di pangkuannya itu ia angkat dengan pelan, ia melirik Etta yang diam dan memperhatikannya. Raina menaruh kelinci itu hingga kaki kecilnya menapak di rerumputan, baru ia lepaskan dan kelinci itu langsung berlari menghampiri kelinci lainnya.

"Paham?" tanyanya kemudian. Etta mendongak menatap Raina. "Etta, paham?" Raina mengulang.

Tak menjawab. Etta bergerak merangkak ke badan Raina, tangannya berusaha menggapai tubuh sang mama. Raina tersenyum, ia mengangkat tubuh Etta untuk ia gendong.

Hello, Liebling!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang