04. Rionalric Mosvier

89.2K 9.6K 187
                                    

Happy Reading!
Vote dan komen, yuk!


•••••

Potongan-potongan memori dalam otak Raina perlahan saling melintas, kemudian menyatu bagaikan potongan puzzle. Bayangan ingatan-ingatan kembali membawa dirinya pada masa enam bulan di masa mendatang.

Tidak hanya kebodohan saat bersama Arlan dan Gina yang dirinya lakukan, tetapi juga kebodohannya terhadap lelaki yang tengah berdiri di depannya.

Keluarganya yang memang menjalin hubungan erat dengan keluarga Mosvier, berencana menjodohkan Raina dengan putra tunggal mereka satu-satunya. Mereka berani menjamin kepada Raina jika hidupnya nanti akan bahagia bersama anak tunggal mereka.

Sebenarnya mereka tidak memaksa Raina untuk menerima perjodohan itu, namun karena pada dasarnya Raina itu bodoh, ia menganggap itu sebagai sebuah ancaman baginya dan Arlan tentunya. Menganggap itu adalah rencana keluarganya untuk menjauhkan dirinya dari Arlan, dia yakin karena keluarganya memang tidak menyukai Arlan.

Dan di masa itu, Raina tentu lebih memilih Arlan ketimbang perjodohan itu. Tentu keluarganya dan keluarga Mosvier merasa kecewa kepadanya, Raina hanya menanggapinya dengan masa bodoh, karena baginya hanya Arlan yang ada dimatanya.

Hingga akhirnya keluarganya memutuskan beralih menjodohkan Gina dengan putra tunggal Mosvier. Namun, putra tunggal mereka menolak mentah-mentah.

Karena yang dia inginkan adalah Raina, bukan Gina.

Rionalric Mosvier.

Putra tunggal dari keluarga Mosvier, keturunan mereka satu-satunya. Menolak perjodohan itu saat mengetahui bahwa dirinya akan menikah dengan Gina, bukan Raina.

Di situlah, Alric mengaku jika dirinya mencintai putri kandung mereka, bukan putri angkat mereka. Dan dari situ, kebencian Raina muncul untuk Alric, Raina menganggap jika Alric adalah lelaki yang tak tahu diri, tak mengerti jika dirinya sudah memiliki seorang kekasih.

Alric mencintai Raina, tetapi Raina tak pernah manganggapnya ada.

Alric selalu berusaha membuka hati Raina untuk dirinya, tetapi Raina selalu memasang temeng dan menghindar.

Alric tulus dan sabar menunggu dirinya, tetapi Raina tetap kukuh mengabaikan dirinya.

Hingga akhirnya Alric memilih mundur, memilih mengikhlaskan Raina. Yang dia pikirkan, mungkin Raina memang bukan pendamping hidupnya nanti, dan jika memang Raina adalah pendamping hidupnya, Alric telah menyerahkan semuanya kepada Tuhan, membiarkan Tuhan sendiri untuk mengatur jalan yang terbaik untuk dirinya.

°°°°°

Raina menatap mata hitam gelap yang indah milik Alric, semua bayangan-bayangan itu sudah dia rendam dalam-dalam. Mulai hari ini, Raina bertekad mengubah segalanya, termasuk sikapnya terhadap Alric.

Harusnya ini sudah terlambat, tetapi Tuhan berbaik hati dengannya memberikan kesempatan emas ini. Raina benar-benar akan perbaiki semuanya, persetan dengan Arlan dan Gina.

Perlahan bibir Raina tertarik ke atas, menciptakan lengkungan yang indah dan manis. "Alric ya? Mau ketemu Ayah atau Bunda? Biar Raina panggilkan, tapi kalo nyari Ayah langsung ke kantor ya, udah berangkat dari tadi."

Alric tak berhenti menatap wajah Raina yang benar-benar dia kagumi, dan sekarang dirinya tengah menelan susah salivanya sendiri.

Apa baru saja Raina berbicara dengannya?

Tolong sadarkan Alric.

"Alric? Kok diem aja?" ulang Raina.

Alric berdehem, "Bunda."

Raina menganggukkan kepalanya beberapa kali, ternyata Alric ingin bertemu bundanya, bukan dirinya.

Berharap banget lo Ra! Batinnya.

Ya, memang apa yang Raina ingin harapkan? Ngomong-ngomong, apa Alric masih menyukainya?

"Kamu baik-baik saja?" Alric kembali khawatir saat melihat Raina yang tiba-tiba mengelengkan kepalanya, seperti sedang nyadarkan diri.

Raina mengangkat tangannya, lalu menyengir. "Aku nggak papa."

Baru saja Alric ingin kembali berbicara, tetapi sudah di dahului oleh teriakan panggilan dari bunda Rika. Mereka berdua menoleh melihat bunda Rika yang berjalan menghampiri mereka dengan senyuman yang hangat.

"Nak Alric sudah sampai ternyata, Raina kok nggak panggil Bunda," ucap bunda Rika saat sudah berdiri di depan mereka.

Raina menggaruk tengkuknya. "Em, Raina baru mau panggil Bunda."

Bunda Rika mengeleng melihat sikap Raina, dirinya merasa gemas dengan sikap Raina yang tiba-tiba menjadi polos seperti ini.

Semenjak putrinya sadar, sikapnya berubah sangat drastis, itu sedikit membuat bunda Rika tidak tenang.

"Ya sudah, sana berangkat. Beli yang banyak, jangan lupa beliin Bunda juga."

"Haㅡhah?" Raina mengerjapkan matanya, mencerna ucapan bundanya.

Dengan gemas, bunda Rika mencubit pipi Raina. "Hah heh hah heh aja kamu, lemot banget! Katanya tadi bilang mau shopping."

"Ya emang, tapi kenapa sama Alric?"

Raina menyentuh pipinya yang baru saja dicubit bundanya, kemudian diliriknya Alric yang berada di sampingnya. Takut jika pertanyaannya itu membuat Alric merasa tak nyaman.

"Yang nyuruh kamu pergi sendiri juga siapa, nggak rela ya Bunda kamu pergi sendiri. Makanya itu Bunda minta Alric nemenin kamu," jelas bunda Rika.

"Tapi... Alric mau?" Raina meringis sendiri mendengar apa yang baru saja dia ucapkan, pertanyaannya membagongkan sekali.

Alric mengangguk pelan. "Tidak masalah, hari ini saya free. Tidak ada jadwal penting, sampai sepuasmu."

Sisi ambis Alric pasti sedang menertawakan dirinya sekarang, jadwal penting hari ini sudah dia batalkan semua saat mendapat pesan dari bunda Rika jika dirinya diminta untuk menemani Raina pergi berbelanja, hanya ada beberapa yang dia suruh asisten dan sekertarisnya yang handle.

Apapun untuk Raina, Alric akan menyingkirkannya jika itu menjadi penghalang bagi dirinya untuk bertemu sang pujaan hati.

Yang bucin memang beda.

Bunda Rika tersenyum lebar. "Tuh, dengar sendirikan, Ra? Hati-hati di jalan, jangan ngebut bawa mobil ya Nak Alric. Pulang terlambat juga nggak apa-apa, apalagi kalo nggak pulang. Nggak masalah kok, yang penting Rainanya sama Nak Alric."

Raina menutup wajahnya menggunakan telapak tangannya, astaga dia sangat malu, ingin rasanya menghilang dari hadapan Alric.

Bisa-bisanya bunda bilang seperti itu?!

....

Hello, Liebling!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang