44. Birthday Party (2)

27.2K 3.3K 103
                                    

Pesta ulangan tahun malam ini berjalan penuh kebahagiaan hingga peniupan lilin yang dilakukan Gina selesai. Tepukan tangan dari tamu undangan terdengar begitu meriah, sahut menyahut ucapan selamat terucap untuk sang pemeran utama dalam pesta ini.

Tumpukan kado dari tamu undangan terlihat hampir menjulang di belakang, dan di samping kanan kiri dimana Gina berdiri. Berkerumunan dengan teman-temannya, salah satunya adalah circle-nya. Perempuan itu terlihat yang paling bahagia di sini.

Melihat itu membuat Raina terpaku. Dan seketika memori berisi kenangan-kenangan masa kecilnya bersama Gina terputar di otaknya, dimana mereka berdua saling menempel satu sama lain di setiap pesta ulang tahun. Menjadi dua gadis kecil yang paling jago diam-diam mencomot kue ulang tahun di saat pesta masih berlangsung, dan menjadi yang paling semangat saat membuka kado-kado.

Tapi itu dulu.

Sekarang sudah berbeda.

Dan di saat seperti ini, Raina berpikir. Bisakah mereka mengulangi kenangan itu lagi?

Raina tersenyum tipis, adiknya sudah tumbuh dewasa. Melihat teman-teman Gina yang setengah dari mereka berjalan menjauh, Raina langsung mendekati Gina. Ia tak akan pernah lupa mengucapkan selamat ulang tahun di setiap tahunnya, walaupun keadaan sekarang ini sudah terbeda.

"Happy level-up day."

Gina menoleh. Ralat, Gina dan circle-nya menoleh dan menatap Raina dengan berbagai jenis tatapan. Raina tak mempedulikannya, ini hak wajar yang dilakukan semua orang. Mengucapkan selamat kepada adiknya.

"Terima kasih," balas Gina dengan senyuman manis. Raina pun membalasnya juga dengan senyuman, walau ia tahu arti senyuman manis dari Gina.

"Rasa kue ulang tahunnya ... nggak pernah berubah ya," ucap Raina melihat kue ulang tahun vanilla coklat yang lumayan berukuran besar di depan Gina. Bersamaan dengan teman-teman Gina pergi menjauh, mungkin mereka risih dengan keberadaan Raina.

Gina ikut melihat kue ulang tahunnya.

"Kadonya juga makin banyak, butuh bantuan buka kadonya nggak?" tawar Raina menatap Gina dengan kedua alis terangkat.

Entah apa yang sedang Gina pikiran, perempuan dengan mahkota kecil di kepalanya itu hanya diam melihat kue ulang tahunnya.

Raina hanya tersenyum, ketika badannya berbalik dan bersiap untuk menjauh dari Gina. Tiba-tiba adiknya itu berucap, "Aku pacaran sama Kak Arlan."

Senyuman yang masih tercetak di bibir Raina perlahan memudar. Ia tak terkejut, karena pada dasarnya ia telah mengetahunya. Namun dalam hatinya ia merasa kesal. Kenapa harus Arlan si bajingan itu?

"Aku udah lumayan lama sama Kak Arlan, aku harap Kak Raina mengikhlaskannya."

Raina tertawa sambil berbalik kembali, menghadap Gina. "Tenang aja, gue udah ikhlas banget malah."

"Aku tau kalo Kak Alric habis menghajar Arlan sampai masuk rumah sakit. Kakak sekarang gitu, ya? Menyuruh orang lain buat nyakiti Arlan? Padahal masalah itu Kakak sendiri yang buat." Gina mengatakannya di depan Raina dengan senyuman manisnnya.

Jika dilihat dari jauh kedua seperti sedang mengobrol topik yang menarik. Itu termasuk trik dari Gina.

"Kalo Kakak nggak suka sama Arlan, kenapa nggak Kakak aja sendiri yang nyakitin Arlan?" Gina memiringkan kepalanya menatap kakaknya yang hanya diam mendengarkan kata-katanya.

"Balas dendam Kakak itu nyuruh orang lain, ya? Atau lebih tepatnya memperbudak Kak Alric buat ngelakuin ini semua?" lanjut Gina guna memancing emosi Raina.

Bola mata Raina menatap intens perempuan yang berstatus sebagai adik angkatnya, bibirnya tersenyum membentuk senyuman. "Bentuk balas dendam nggak harus bales nyakitin 'kan? Itu terkesan norak, Dear. Nggak banget sama gue yang classy," kekeh Raina.

Hello, Liebling!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang