47. Menjelaskan Kesalahpahaman

34.9K 3.4K 65
                                    

Pelukan hangat yang telah berlangsung lima belas menit yang lalu membuat Raina semakin tak tega melepaskan pelukan bundanya, perempuan itu mengusap-usap punggung bundanya dengan lembut. Raina tahu kalau bunda Rika sangat mengkhawatirkannya.

"Bunda ... Raina nggak apa-apa."

Raina merasakan anggukkan di pundaknya, ini salahnya karena membuat bundanya menangis. Raina menggerakkan bola matanya ke atas saat merasakan usapan di puncak kepalanya, senyumanku hangat ia lemparkan pada tante Bella yang ikut menenangkannya.

"Menantuku nggak apa-apa Rika, nggak ilang, kok," celetuk tante Bella mencairkan suasana.

Raina tersenyum geli melihat tante Bella melihatnya sambil mengedipkan matanya. Saat itu juga ia merasa bundanya melepaskan pelukan mereka, Raina pun langsung tersenyum lebar menatap bunda tersayangnya.

"Bunda minta maaf."

"Kok Bunda minta maaf? Harusnya aku yang minta maaf, Raina udah buat masalah malam ini. Udah bikin Bunda khawatir lagi." Raina cemberut melihat bundanya yang sedang mengusap air matanya.

"Kalian ngapain saling minta maaf? Yang salah udah dibawa polisi."

"Bella ..."

"Loh, aku ngomong bener itu, Ka. Kamu nggak tau gimana gatelnya tanganku pengen jambak putri angkatmu."

Tante Bella mendengus kesal, ketara sekali dari raut wajah ibu-ibu satu ini. Seperti ada dendam yang tertinggal. "Udah terlalu sabar kita, Ra, nggak nampar Gina," ungkapnya lagi.

"Udah Raina tampar, kok," jawab Raina dengan polosnya.

Kedua ibu-ibu itu menatapnya tak percaya, sedangkan yang ditatap hanya mengerjapkan mata polosnya.

"Aku pikir ... Gina perlu tamparan buat nyadarin pikirannya. Aku udah nampar Gina pakai tanganku, terus nampar Gina pakai ucapanku. Jahat, ya aku?"

Mereka mengeleng bersamaan.

"Kadang melawan itu perlu, Ra."

Tante Bella mengangguk. "Menyadarkan juga perlu, coba aja kalo kamu nggak ngelakuin itu? Apa sekarang kamu sama Gina udah selesai?"

Raina terdiam.

Tante Bella benar.

Tujuannya memang untuk membongkar busuknya Arlan kepada Gina dan pacar-pacarnya. Tujuannya juga menyadarkan Gina yang gelap mata selama ini, dan tujuannya telah selesai. Namun, masih ada beberapa hal yang mengganjal di pikirannya. Tentang Aster yang tiba-tiba bisa muncul, padahal rencananya untuk mengundang perempuan itu gagal.

Siapa yang mengundangnya?

"Kamu bener nggak apa-apa 'kan, Ra?" tanya bunda Rika seakan kurang puas dengan keadaan putrinya. Apalagi melihat Raina terdiam begitu saja.

"Nggak apa-apa, Bunda. Luka di tangan juga udah Bunda obati, nggak ada lagi."

Bunda Rika menghela napas lega.

Tiga perempuan itu seketika menghentikan obrolannya saat pintu kamar Raina terbuka, dua pria berjalan menghampiri mereka. Sampai di dekat Raina Nendra pun memeluknya erat dan dibalas tak kalah erat oleh Raina.

Raina sempat melirik pintu kamarnya, berharap ada seseorang yang masuk lagi.

Tapi tak ada.

Raina memejamkan matanya saat ayahnya mencium keningnya dengan penuh kasih sayang, usapan lembut di rambut panjangnya membuatnya nyaman.

"Lukanya udah diobati?" Raina mengangguk menanggapi pertanyaan ayahnya.

"Ayah udah urus semua, kamu tenang aja. Tugasmu udah selesai, sekarang biarkan pihak yang berwajib menanganinya. Dia lagi diurus sama polisi di sana, Arlan juga," ujar Nendra memberitahu putrinya.

Hello, Liebling!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang