15

741 166 9
                                    

Anna dibariskan di jajaran siswa yang melakukan pelanggaran—

sebagian besar tidak karena tidak beratribut lengkap, tidak bawa topi upacara, dasi, maupun keduanya; sebagian lagi menyeleweng, mewarnai rambut, memendekkan atau memperketat seragam; dan sisanya adalah kaum yang terlambat datang,

seperti Anna dan Jefri.

Upacara masih panjang karena baru menginjak sesi pembukaan.

Malang sekali Jefri, pikir Anna.

Iya. Jefri berdiri tepat di depan Anna. Laki-laki itu sendiri yang minta, tadi.

"Na, tukeran!"

"Kenapa?"

Tidak banyak menjelaskan karena takut diperhatikan guru, Jefri menarik lengan Anna untuk mundur ke belakang, sementara ia menggantikan posisi Anna, posisi di mana mentari menyorot seutuhnya.

Jefri pasti kepanasan. Anna bisa melihat punggung Jefri yang berkeringat banyak.

Habis jam upacara, Anna dan Jefri tidak lantas diperkenankan masuk kelas.

Mulai hari ini, hukuman untuk siswa yang terlambat resmi diganti. Bukan lagi lari atau bebersih toilet, melainkan menyusun jadwal dari bangun hingga tidur lagi pada kertas bufalo lebar.

"Dihias secantik mungkin terus pajang di kamar biar sadar dan gak telat-telat lagi," kata Pak Bambang, waka kesiswaan baru, muda, dan tampan.

Menyenangkan sekali bagi Anna yang memang suka berkreasi dan berseni. Kalau Jefri, ketimbang ini, ia lebih suka lari keliling lapangan.

"Jef, kenapa sih sekarang kamu berangkatnya jadi suka siang banget? Sengaja ya biar aku nggak numpang?"

Mereka ada di perpustakaan.  Lesehan di atas karpet.

"Suuzdon." Jefri setengah malas menggoreskan pensil, setengah malas juga menjawab pertanyaan Anna.

"Aku tanya Umi, kamu akhir-akhir ini suka begadang. Ngapain sih? Dikejar deadline tugas, nggak mungkin. Kamu tuh orangnya gercep. Main game juga nggak mungkin. Kamu orangnya gak suka nge-game."

Anna berceloteh seakan ia memahami Jefri hingga akar terdalam, bukan sebatas permukaan. Jefri tidak menyangkal.

"Kamu ngehubungin Umi?"

Kini, Anna yang berlagak malas. Jefri mengalihkan topik.

"Iya lah. Kamu di-chat lama balesnya. Mending chat Umi, fast respon kayak olshop. Kenapa sih? Jangan-jangan udah ada gebetan, ya, sekarang?"

Jefri diam. Selalu, Anna yang lebih banyak bicara.

"Nggak ada."

"Terus ngapain dong?"

Sembari menggambar karakter random di lembar karyanya, Anna terus mencecar Jefri.

"Mikirin sesuatu."

"Mikiran apaan?"

"Pelukan hangat waktu itu."

Anna berhenti memainkan spidol. Isi kepalanya mendadak dipenuhi dengan malam di mana ia memeluk pinggang Jefri.

Pertanyaannya, apakah Jefri berpikiran hal yang sama?

Tidak ingin disangka terlalu percaya diri, Anna bertanya pelan, "Pelukan sama siapa?"

"Sama orang lah. Emang kamu doang yang bisa pelukan sama Bang Kay?"

Jefri menjawab sama pelannya. Anna diam sejenak sebelum terkekeh. "Mikirin dosanya, ya, pasti?"

"Mikirin orangnya," sahut Jefri, selang sepersekian detik.

Anna menoleh ke samping, tetapi orang di sebelahnya telah berpindah ke depan Pak Bambang, untuk mengumpulkan buah karya berkedok hukuman.

Kembali Anna fokus dengan milknya, meski ia tak lagi merasa sesenang dan setenang beberapa saat silam.

Tiba-tiba Anna penasraan tentang siapa orang yang dimaksud Jefri.  Sedikit-sedikit cemas jika Jefri memang sungguhan punya gebetan.

Namun, sepertinya sudah tidak ada lagi kesempatan untuk bertanya lebih jauh, kecuali Anna mau terlambat lagi esok hari.

"Loh, kenapa balik lagi, Jef?"

Kembali Jefri duduk di sebelah Anna, membawa kertas bufalo baru dan yang sudah penuh tulisan.

"Suruh diperbaiki."

"Emang yang ini kenapa?"

Anna meraih lembar yang Jefri kini Jefri abaikan.

Di sana, terbaca jelas jadwal kegiatan sehari-hari yang Jefri buat.

Ke rumah Anna

Mengantar Anna les musik

Menjemput les Anna

Belajar bareng Anna

Makan bareng keluarga Anna

Malem mingguan bareng Anna




"Kata Pak Bambang, hidup saya nggak seharusnya semua tentang Anna."

[]

PAPER GLASS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang