51

477 98 16
                                    

Percakapan seminggu yang lalu telah melahirkan kesepakatan tersirat bahwa kecuali hari Rabu dan Sabtu, Jefri bersedia menampung Anna di jok motornya.

Maka, Jefri nantikan Anna di depan sebuah ruangan selagi perempuan itu masih menyelesaikan kerumitan soal ujian sekolah mapel ekonomi di dalam sana. Ini mapel ujian terakhir, di hari terakhir.

Satu-satunya alasan mengapa Senin bukan hari terkutuk bagi Jefri adalah perjumpaan dengan Anna.

Justru yang terkutuk adalah hari Minggu, sebab Jefri harus meliburkan diri dari melihat senyuman manis perempuan itu. Semenjak Anna berpacaran dengan Kay, Minggu menjadi hari manis kencan Anna sekaligus hari miris seorang Jefri.

Anna keluar dari ruangan, tepat habisnya waktu mengerjakan. Pukul tiga. Kebetulan mereka hari ini sama-sama sesi dua. Jika berbeda sesi pun, mereka akan sama-sama menunggui.

Tersenyum, Jefri sambut kedatangan Anna yang cemberut.

"Senyum dong, Na. 'Kan udah beres ujiannya."

"Susah, Jef."

"Susah senyum?"

"Soal ujiannya susah."

"Kan udah belajar sama pacar sekaligus pakar."

Anna menoleh sepintas pada Jefri, tapi tak menanggapi. Mereka berjalan pelan sejajar dengan Anna yang seringnya menatap ubin koridor.

Tidak. Anna tidak belajar sama sekali. Kay yang berjanji akan mengajarinya mendadak ada janji mendesak, sementara Anna kehilangan fokus belajar sebab dadanya diserang sesak.

"Bang Kay kuliah jurusan Ekonomi Murni, kan, Na?"

Pembahasan tentang Kay sangat amat membebani Anna. Jadi, perempuan itu hanya mengangguk saja agar tidak memanjang.

"Kamu mau nyusulin dia juga kuliah di kampus dan jurusan yang sama?"

"Pastinya, enggak."

"Kenapa? Kan biar bisa bareng-bareng terus sama pacar, jadi kamu nggak galau mulu kayak gini."

"Apaan, sih, Jef. Aku nggak lagi galauin dia, kok."

Jefri terkekeh pelan. Enggan Anna semakin hilang selera bicara, laki-laki itu sudahi menggoda.

"Ya udah, iya."

Ia beri Anna sebungkus marsmellow yang dikeluarkannya dari saku hodie, hadiah dari adik kelas yang akhir-akhir ini terindikasi mengagumi. Nyatanya, meski hampir purna, pesona Jefri masih merambah kemana-mana.

Anna suka makanan manis. Jefri tahu betul sehingga kontan saja ia dapat balasan seuntai senyum yang juga tak kalah manis.

"Makasih, hehehe."

Mulut Anna kini penuh oleh marsmellow yang dilahapnya sekali habis.

"Emmm. Kalau terus-terusan dikasih makanan gini, aku mau ngikut kamu aja deh, Jef."

"Ke manapun?"

"Iya. Ke manapun."

"Ke pelaminan, mau?"

Anna berhenti mengunyah. Berhenti melangkah.

Wajah Anna mengembung lucu. Ringan saja tangan Jefri menjahili Anna yang sedang mematung dengan mencubit pipi kanannya.

"Jefri!" Anna melotot tajam. Tawa Jefri menggema di sepanjang koridor yang nyaris kosong.

Namun, tak lama kemudian keadaan berganti. Jefri yang melebarkan mata, Anna tertawa sekeras-kerasnya ketika berhasil memasukkan bungkusan plastik kosong ke dalam saku hodie laki-laki itu.

PAPER GLASS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang