58

415 90 19
                                    

"Jef, hp Anna nggak aktif. Tante boleh minta tolong liatin di rumah dia udah pulang atau belum?"

"Siap, Tante. Jefri berangkat ke rumah. Nanti Jefri kabarin lagi."

Selekas sambungan telepon dengan Tante Bia terputus, Jefri bergegas menyambar celana panjang dan jaket untuk kemudian pergi menggunakan motornya menuju rumah Anna.

Sepanjang berkendara, sepasang mata nampak waspada, pun dada direngkuh perasaan gusar tiada tara.

Tadi sepulang sekolah, Jefri ada rapat bersama anggota OSIS untuk membahas acara pelepasan kelas dua belas. Ia menjadi perwakilan aspirasi angkatan. Hari-hari sebelumnya ia dan Anna hampir selalu pulang bersama. Namun, hari ini, setelah Anna berkata akan menunggu kepulangan Jefri, anak itu justru mengirim pesan hendak pulang duluan.

Sudah Jefri tanyakan perihal bagaimana ia akan pulang, tetapi berujung tak dibalas.

Motor dihentikan di depan gerbang rumah Anna yang terkunci rapat. Di dalam sana nampak sepi senyap. Telepon Jefri terhadap Anna tak diangkat. Maka, dengan berlandaskan perintah Tante Bia untuk menengok keberadaan Anna, Jefri yang pernah diberi kunci cadangan gerbang dan rumah pun lancang masuk.

Dan, tidak.

Anna tidak ada di rumah.

Padahal kala itu waktu telah menunjukkan pukul sembilan malam.

"Gimana, Jef?"

Jefri terdiam sejenak ketika Tante Bia kembali menelpon menanyakan perihal keberadaan putrinya.

"Anna-nya udah tidur, Tante."

Tak hendak membuat Tante Bia cemas, Jefri memutuskan untuk melontarkan kebohongan. Tante Bia telah menaruh gunungan rasa percaya pada Jefri sehingga tidak ditanyakannya lebih lanjut. Sudah saja, wanita itu menghembuskan napas lega lalu menutup sambungan telepon seusai berterimakasih pada Jefri.

Entah sejak kapan Jefri merasa diberi tanggungjawab atas Anna sehingga berangkatlah ia mencari-mencari perempuan yang entah sedang apa dan di mana sekarang.

Jefri hubungi dan tanyai satu per satu teman-teman kelas Anna tetapi informasi nihil didapat. Jefri datangi rumah mereka-mereka yang dekat dengan Anna, tetapi tetap menemui tiada. Berkunjung ke tempat les musik berjarak lebih dari sepuluh kilo meter telah dilakukan, dan berakhir sama. Tempat les, jam sepuluh malam tentu sudah tutup, Jefri tak sempat berpikir sampai sana.

Jefri datang ke sekolah, barangkali Anna kembali terjebak di perpustakaan seperti waktu itu atau terkunci di ruang musik yang akhir-akhir ini kerap digunakannya latihan untuk mengisi panggung perpisahan nanti.

Namun, Anna sungguh tidak ada di mana-mana.

Langkah Jefri berayun lemah dan lamban menghampiri motornya. Masih ia coba hubungi, Anna yang sedari tadi tak terjawab. Hampir saja ia menyerah karena berkali-kali menerima pesan dari Abah untuk pulang mengingat hari mendekati tengah malam.

"Halo, Jef."

Separuh napas Jefri berhembus lega ketika seseorang di seberang sana bersuara. Ada banyak sekali pertanyaan berkecambuk di pikiran. Namun, Jefri hanya sebatas bertanya,

"Di mana?"

"Di rumah."

Bergegas Jefri kembali ke rumah Anna dan menemukan perempuan itu membukakan pintu masih dengan seragam sekolah melekat di tubuh. Jefri tutup pintu untuk kemudian menarik Anna bicara berdua di ruang tengah.

Ayah Anna beberapa bulan ini memang ditugaskan di luar kota sementara Ibunya masih sibuk membawakan acara televisi.

"Baru pulang?"

PAPER GLASS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang