43

467 101 37
                                    

Selembar uang dua puluh ribuan adalah yang tersisa di dalam dompet Jefri. Ia harap itu bisa mengantar Anna dengan baik-baik saja sampai rumah.

Sebab Jefri sedang dalam keadaan tidak bisa meninggalkan Ranya.

Dengan cara mengajar les Ranya, Jefri bisa mendapatkan uang tambahan untuk bisa mencicil uang bulanan sekolahnya.

Sore itu adalah jadwal temu, setiap hari Rabu dan Sabtu. Terhitung sudah dua kali Jefri mengajar, dan selalu, ia akan memboceng Ranya pulang.

Tidak seperti dua pertemuan lalu, Jefri dirundung resah sepanjang menjelaskan materi pada Ranya. Di ruang tengah rumah Ranya, keduanya bersila di atas karpet, di batasi oleh meja kaca rendah.

"Gini, ya, Kak?"

Ranya tunjukkan hasil pemahamannya yang sudah diuraikan. Jefri terdiam.

"Kak Jefri." Sampai suara Ranya membuyarkan lamunan.

"Ah, iya, gitu, Ran."

Siapa yang mengusik pikirannya kalau bukan Anna. Jefri ingat Anna kehabisan uang. Jefri ingat Anna bilang mau pulang bersama Kay, tapi masalahnya—

Kay ada di tempat yang sama dengan Jefri sekarang ini. Di ujung sana, di kamar kakak laki-laki Ranya yang ternyata adalah teman satu kampus Kay, sedang asyik bermain game sambil bercanda-canda dengan tiga kawan lainnya.

"Berisik, ya, Kak. Pindah aja yuk ke kamar aku!"

Ranya hendak membereskan buku-buku, tetapi segera Jefri cegah. Tangannya tak sengaja menggenggam lengan halus Ranya yang tentu saja bisa menimbulkan salah arti.

"Sorry, Ran." Jefri meruntuk dalam hati. Sebab ia bisa melihat Ranya setengah tersipu. "Nggak apa-apa, kok, Kak pegang doang mah."

"Udah di sini aja, ya. Kayaknya mereka juga pada mau keluar, deh."

Ranya mengangguk patuh menuruti saran Jefri. Dan, memang benar, Riyan, Kay dan kawan-kawan berbenah untuk hengkang dari rumah.

"Mau kemana Bang?"

Jefri sapa Kay yang sudah siaga dengan ransel besar.

Ramah, Kay menjawab, "Biasa, mau naik."

Jefri bukan yang tidak tahu bahwa Kay adalah seorang pecinta alam yang hobi mendaki gunung sana-sini. Lantas, ia mengangguk saja.

"Ati-ati, Bang."

"Yo."

Satu persatu kawan-kawan Riyan, Kakak Ranya, diteliti Jefri. Satu di antara mereka adalah perempuan molek berkulit eksotis tetapi manis ketika tersenyum. Jefri dapatkan seulas.

"Kakak kamu suka naik gunung?"

Sedikit basa-basi di tengah-tengah sepi akibat ditinggal seluruh penghuni kecuali mereka berdua.

"Iya. Dari SMA." Ranya menjawab.

"Yang cewek tadi pacar kakak kamu, ya?"

"Hahaha, bukan, kok. Kenapa? Kak Jefri naksir?"

"Hahaha, enggak lah. Saya mah udah punya."

"Hah? Punya pacar?"

"Punya yang ditaksir."

"Oh, kirain."

Ruang tengah mulai diisi dengan cengkrama ke sana-sini. Jefri dan Ranya sedikit banyak punya kesamaan. Punya serial film favorit yaitu Spiderman dan jajaran hero-hero Marvel lainnya. Mengobrol tentang itu akan sangat menyita banyak waktu dan perhatian.

Jefri sempat teralihkan dari pikiran tentang bagaimana Anna pulang.

"Btw, yang tadi itu namanya Kak Andin. Kata Kakakku, dia temennya Kak Kay. Tapi, Kak, tahu nggak sih, mereka tuh temenannya kayak yang nggak wajar gitu."

PAPER GLASS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang