22

515 114 5
                                    

Rabu malam, jadwal belajar bareng Jefri dinihilkan.

Anna mengajak Jefri untuk nonton live music Nindi yang digelar di sebuah kafe pada pukul delapan petang. Jefri datangi rumah Anna satu jam sebelumnya.

"Semangat banget, ya, mau nonton crush nyanyi."

Ketika membukakan pintu rumah, Anna langsung menghujani Jefri dengan sebuah pernyataan yang tiada dibantah.

"Buruan siap-siap, Na!"

Kala itu, penampilan Anna memang terbanting dari Jefri yang sudah rapi. Meski hanya kaos hitam lengan pendek dan celana jeans yang melekat, aura Jefri tetap sanggup membuat benak sesiapa tak berhenti menyanjung dalam hati,

terlebih dengan rambut yang ditata sedemikian rupa hingga memperlihatkan sebidang jidat tampan benar-benar membuat pesona Jefri menguak dua kali lipat.

Anna tersenyum tipis. Jefri benar-benar sesiap itu untuk bertemu Nindi.

Tidak sampai sepuluh menit Anna berbenah. Tiada kehebohan melekat pada tampilan Anna sebab Anna tahu seberapa banyak ia menata diri dan merias wajah ia tidak akan bisa menyaingi kecantikan seorang Nindi.

Alhasil, hanya blus merah muda terang lengan panjang dan rok putih tak sampai lutut. Sesederhana itu, menurut Anna. Rambut pun hanya dibiarkan terurai saja.

Ia menuruni tangga sehabis keluar dari kamar dengan menenteng sebuah tas selempang dan jaket kulit berwarna karamel

"Nggak bawa jaket 'kan?"

Alis Jefri terangkai naik. Ia memandang Anna yang sedang memilah sepatu.

"Enggak lah males. Gerah. Lagian, aku bawa mobil juga."

Anna lemparkan ke pangkuan Jefri di sofa sana jaket yang ia tenteng dari tadi. "Pake, Jef!"

"Enggak, ah. Panas." Jefri menyingkirkannya ke meja.

Anna mengambil sepasang sepatu kets, tapi tidak kemudian ia pakai. Ia memilih mendatangi Jefri demi memaksa pria itu berdiri dan membantunya mengenakan jaket. Anna tepuk pundak Jefri sehabis merapikan kedua sisi kerah.

Katanya, "Biar cakepan dikit."

Padahal kala itu, ketampanan Jefri bukan hal yang bisa dielak lagi.

Jefri memandangi tubuhnya sendiri. "Punya siapa?"

"Papa baru beli, tapi kekecilan. Katanya buat kamu aja."

Sembari asal-asalan memakai sepatu, Anna menjawab pertanyaan Jefri. "Ayo!" Ia keluar lebih dulu dari rumah.

"Na, tunggu bentar!"

Namun, Anna mesti berhenti melangkah saat sampai di teras ketika mendengar Jefri menginterupsi.

"Nggak mau ganti celana aja?" Jefri mengomentari rok Anna, "Kependekan itu."

"Biarin lah. Kan kamu bawa mobil juga." Kembali Anna langkahkan kaki, menjaga radius aman dari Jefri dan wanginya yang sangat memabukkan.

"Na!"

"Apalagi, sih, Jef? Ribet, ah."

"Duduk dulu sini!"

Anna rasa malam ini ia cukup sensitif. Entah karena memang periodenya sedang datang atau karena perkara lain. Yang jelas suasana hati Anna mengabu sehabis membaca pesan Nindi di ponselnya.


Kak Nindi

Hari ini, doain live-ku lancar, ya, Na.

Doain juga, aku bisa sama Jefri. Nanti abis manggung, aku mau ngungkapin perasaan aku ke dia.


Untuk pernyataan pertama, sepenuhnya Anna mengaminkan, tetapi yang kedua ... Anna ragu.

Lamunan Anna buyar disebabkan oleh Jefri yang seenak hati menarik lengan perempuan itu lalu membawanya duduk di atas sebuah kursi kayu.

"Seenggaknya tali sepatu jangan lupa dikencengin. Nanti jatuh."

Jefri tak hanya sebatas memberi petuah, tetapi juga berjongkok demi mengeratkan tali sepatu Anna juga mengeratkan keraguan perempuan itu untuk membawa Jefri memenuhi ajakan Nindi.

Anna cukup risau, jika setelah ini, perhatian kecil Jefri akan terbagi juga pada Nindi. Atau nantinya, hanya Nindi satu-satunya yang akan Jefri perhatikan.




"Jef, nanti muter dulu lewat depan SMP kita, ya. Tiba-tiba haus, kangen beli es teh di warung-nya Om Botak."

[]

PAPER GLASS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang