25

567 121 12
                                    

Pagi-pagi, Anna sudah menemukan Jefri duduk bersama Mama dan Papa-nya, menyantap sarapan sembari bercengkrama.

Anna tak menyapa barang sekata. Kekesalan sisa ricuh dengan Jefri semalam masih mendekam di balik dada. Anna kesal sebab merasa upayanya begadang demi membalas DM para perempuan di Instagram Jefri sama sekali tak dihargai.

Jika saja Jefri lebih cepat memberitahu Anna bahwa ada seseorang yang sudah disukai laki-laki itu, Anna tentu tak akan melakukan hal yang sia-sia.

"Saya terima ngambeknya Anna Laila Husna, putri Bapak Wisnu Wardani Husnan dengan seperangkat tiket konser solois Tulus dibayar kontan."

Mendongak, dua carik tiket melambai di depan mata Anna yang sedang duduk mengenakan sepatu. Ia dan Jefri kini berada di teras rumah, bersiap berangkat ke sekolah.

Kebekuan yang sempat bersarang di balik netra Anna perlahan tercairkan. Anna menaikan sepasang sudut bibir lalu berdiri dan menerima tiket yang Jefri ulurkan.

"Kamu beliin aku?"

Jefri mengoper helm minion kuning kepada Anna yang masih ternganga tak percaya sekaligus bahagia. "Iya. Beli satu gratis satu, sih."

"Kita bakal nonton bareng?"

"Kalo masih ngambek sama saya, mending kasih tiketnya yang satu buat Bang Kay aja."

Gelengan secepatnya Anna berikan. "Enggak. Maunya nonton bareng kamu aja."

Terpancar kesungguhan di balik bola mata Anna yang menghunus lurus pada Jefri.

"Jadi, udah nggak ngambek lagi, nih, ceritanya?"

Anna mengangguk.

"Maaf, ya, udah bikin kamu sedih semalam."

Lagi, Anna mengangguk.

"Coba senyum manisnya mana?"

Anna pasang senyum termanis yang ia punya di depan mata Jefri. Lima detik bertahan. Sampai Jefri mengulurkan jemari, menyentuh dua pipi Anna untuk mengembalikan bentuk bibir Anna ke mode biasa.

"Udah dong. Jangan kemanisan, nanti Hemina diabetes liatnya."

Helm di pelukan Anna ditunjuk Jefri, dan memang benar mata gambar minion di sana sedang menghadap Anna. Tetapi menurutnya ....

"Hemina kan benda mati, mana bisa diabetes."

Tertawa pelan, Jefri mengusap puncak kepala Anna sedikit gemas, banyak sayangnya.

"Pinter, ya, anak Mama Bia."

Menurut Anna, Jefri yang sebenarnya takut terserang diabetes karena hanya Jefri satu-satunya benda hidup yang melihat senyuman kemanisan milik Anna pagi ini.

"Kenapa senyum-senyum mulu, Na? Nggak takut dikira orang gila?"

Saat mereka tiba di sekolah, sepanjang berjalan beriringan dari parkiran, Anna mendongak, terus menatap Jefri bersama lengkungan di wajah yang enggan musnah.

"Kata pepatah, biarlah anjing menggongong, kafilah tetap berlalu."

Jefri memutar bola mata, berpikir.

"Korelasinya apaan, dah?"



"Biar orang mengira aku gila, aku bakal tetap tersenyum sampai akhirnya Jefriyan Mas'adie Rasyid kena diabetes."

[]




note's: sumpah, nulis ini kayak nggak ada beban banget. mengalir aja gitu wkwk. sekali lagi, terima kasih banyak atas segala apresiasi kalian yang luar biasa.

PAPER GLASS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang