52

421 92 23
                                    

"Kok jago? Siapa yang ngajarin?"

Dua remaja menginjak dewasa sama-sama terlentang letih di tengah-tengah lapangan, tanpa alas yang menghalang. Jefri tatap langit yang tak lagi terik, sedang Anna di sebelahnya memejamkan mata.

Tiada jawaban. Anna sibuk menormalkan napas yang berlomba.

"Segitu sayangnya, ya, sama Bang Kay sampai-sampai niat banget menang biar nggak usah mutusin dia?"

Jefri lesapkan sedikit kekehan di antara tuturannya, yang mana lenyap segegas Anna menjawab pelan,

"Kamu kali yang niat ngalah."

Menoleh, Jefri sebatas mengulas senyuman tanpa arti. Ia kalah dari Anna.

Kalau saja Jefri fokus pada bola dan bukan pada Anna sepanjang permainan, mungkin laki-laki itu akan sungguh-sungguh menyabet juara.

Namun, usai mendengar Anna bicara bahwa ia ingin menang, dan ketika melihat Anna berjuang untuk benar-benar menang, Jefri didatangi keyakinan bahwa Anna tidak menginginkan hubungan di antara mereka menjadi lebih dari teman.

"Na, kayaknya mau ujan, deh. Pulang, yuk!"

Jefri bangkit dari acara pembaringan, tetapi Anna masih setia tanpa sedikit saja pergerakan.

Anna tak melihat apa-apa, baik mendung yang semakin merajalela dan sepasang bola mata yang menjatuhkan tatap padanya, penuh rasa.

"Bentar dulu, Jef. Capek."

Gerimis.

Anna tidak merasakan. Sebab Jefri berupaya menaungi wajah perempuan itu dengan satu telapak tangan.

Jefri biarkan Anna berisitirahat barang lima hingga sepuluh menit ke depan, sebagaimana keinginan. Hingga rerintik hujan dirasa makin membesar.

"Na, ujan."

Sudah Jefri wanti-wanti Anna. Namun, anak itu masih diam.

"Anna."

Mungkin tidur.

Anna mudah tidur di mana saja dan dalam kondisi apa saja.

Maka, ketika berbondong-bondong air dari langit turun, Jefri membopong Anna segera, tanpa pikir lama-lama, tanpa pikir bahwa lelap Anna hanya pura-pura.

Saking terkejut, Anna membuka mata. Hadiahnya adalah seraut wajah luar biasa memesona, dan Anna terpana. Gemuruh menerkam semesta, sekaligus juga seruang dada. Anna tak berkutik di balik sebidang dada yang bukan miliknya.

Tribun di pinggir lapangan, Jefri turunkan Anna di sana.

"Kalo masih capek, duduk dulu, Na."

"Kamu mau ke mana?" Melihat Jefri yang hendak bergegas, Anna menahan lengan laki-laki itu.

"Mau ambil tas."

"Oh, iya."

Hendak Anna mengikuti jejak Jefri yang tak lagi bernaung di bawah atap tribun. Namun, Jefri mendorong Anna pelan kembali seraya berkata, "Kamu sini aja!"

Berlarian lagi Jefri demi mengambil barang-barang yang masih tertinggal. Hodie, tasnya, dan tas milik Anna.

Sialnya, hujan deras datang tiba-tiba. Jefri kembali ke samping Anna dalam keadaan seragam setengah basah.

"Na, bawa tisu, nggak?"

Anna yang merasa cukup cemas melihat Jefri barusan kehujanan segera membongkar isi tas dan mengeluarkan satu pak tisu kering. Beberapa lembar ia ulurkan pada Jefri. Dipikirnya Jefri akan menyeka bulir-bulir air yang bertengger di wajah sendiri, tetapi Anna salah.

PAPER GLASS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang