87

286 63 3
                                    

Terjaga Anna di dalam ruang benderang yang tak terdapat sesiapa kecuali dirinya. Menjelang pagi itu, sebelah tempat Anna berbaring sudah kosong.

"Udah bangun?"

"Hm."

"Jangan lupa sholat subuh."

Ponsel di telinga menyuarakan instruksi Jefri dari seberang sana. Salam penutup Jefri hampir terdengar usai Anna mengiyakan, tetapi kemudian itu lebih dulu berhasil Anna urungkan.

"Jef?"

"Iya, Na."

Anna meminta sedikit lagi waktu Jefri.

"Aku semalem mimpi indah."

Tawa kecil Jefri menyambut. Ia bertanya penasaran. "Mimpi apa, hm?"

"Mimpi tidur di pelukanmu."

Kemudian, tidak ada yang menyambut ucapan Anna selain senyap.

Jefri nihil respons, Anna juga tidak bicara apa-apa lagi. Sampai kemudian terdengar Jefri kembali tertawa.

"Seenggaknya bukan mimpi buruk, ya."

Anna juga balas tertawa. Singkat saja. Lucu saja. Perkataan Jefri seolah menyetujui bahwa Anna yang tidur di pelukan laki-laki itu semalam memang hanya sebuah mimpi.

Akan tetapi, ruang kosong di sebelah Anna telah lebih dulu memberitahu perempuan itu bahwa semalaman Jefri sungguhan ada di sana, berbaring di sampingnya dan juga memeluknya. Aroma wangi seorang Jefriyan Masadie Rayid masih menjejak, menjajah penciuman Anna.

"Sholat, mandi, habis itu siap-siap. Saya jemput kamu. Kita sarapan bareng."

Jefri kembali berinstruksi. Anna masih belum sepenuhnya melepas atensi dari kekosongan yang ditinggalkan Jefri. Anna masih berbaring, bukan malas beranjak, hanya masih ingin mengingat hangat yang Jefri buat.

"Na."

"Hm."

"Pakai baju paling bagus yang kamu bawa, ya."

Memangnya, Anna mau dibawa Jefri ke mana? Mengapa harus pakaian bagus?

Anna tidak punya. Pakaian Anna hampir selalu itu-itu saja. Kemeja, celana jeans, dan gaun peninggalan mama. Separuh isi lemari Anna ada di rumah papa dengan istri barunya. Anna malas datang hanya untuk mengambil itu.

Cermin mematut Anna dalam balutan gaun yang jauh dari kata kekinian. Anna punya pikiran gila: apa ia pakai kebaya kemarin saja?

Jefri tiba, tetapi Anna masih dengan gaun judulnya. Tidak ada komentar apa pun soal tampilan Anna pagi ini. Jefri hanya tersenyum dan segera menggenggam lengan perempuan itu, mengiringnya menuju mobil yang parkir di depan gedung hotel.

Sebuah resto ala eropa menjadi tujuan. Tempat itu nampak ramai karena masih dalam masa-masa peresmian. Ada grup band ala-ala, memainkan nyanyian klasik di panggung kecil sana.

Anna cukup menikmati suasana dan pembawaan yang ada. Sampai kemudian Jefri menyodorkan buku menu, mempersilakan Anna memilih hidangan.

Tiba-tiba raut wajah Anna berubah skeptis. Sudah ia buka berulang-ulang halaman demi halaman buku menu tapi tak ia temukan satu hidangan pun yang harganya wajar.

"Jef, apa nggak sebaiknya kita pindah tempat makan aja?"

Anna rasa mereka salah memasuki tempat.

Jefri menautkan alis. "Kenapa emangnya? Nggak suka tempatnya? Atau nggak suka makanannya?"

Menggeleng, Anna tersenyum kikuk. "Nggak suka harganya. Mahal."

Satu hidangan makanan setara dengan lima hari Anna bekerja di toko roti. Anna tidak punya cukup uang untuk membayar, maksudnya tidak ada anggaran untuk itu.

PAPER GLASS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang