53

388 87 11
                                    

Hendak Jefri sangkal tuduhan Anna, tetapi semesta tak mempersilakannya.

Dari sebelah terdengar suara gerbang diseret, sekolah hampir ditutup. Maka, cepat-cepat, Jefri berlari menarik pula Anna.

"Tunggu bentar, Pak, motor saya masih ada di dalam."

Syukur, Pak Satpam berbaik hati menunggu.

Jefri lupa, ini hari Jumat. Sekolah tutup lebih cepat. Tepat pukul empat. Mereka harus beranjak, meski hujan belum sepenuhnya berhenti.

Sebuah helm diserahkan pada Anna.

"Bau Ranya, ih. Suka dipake Ranya, ya?" Ada tawa kecil yang tersuarakan dari lisan Anna. Jefri tak menanggapi.

"Sekarang namanya bukan Hemina lagi, tapi Hemira. Helm minion Ranya, ya, kan, Jef?"

"Buruan pake, Na!" Jefri menghela napas pelan. Tidak ada waktu untuk mendebat celotehan Anna yang maha seenaknya. Titah tegas Jefri sontak saja membuat Anna terdiam patuh.

Turun ke jalanan, di atas kendaraan keduanya direguk kecanggungan.

"Kok berhenti, Jef?" Wajar saja Anna terheran sebab Jefri menepikan motornya di sebuah emperan, padahal jalan pulang masih cukup panjang.

"Ujannya makin deres." Jefri keluarkan satu set jas hujan dari balik jok motor. "Pake, ya, Na. Takut nanti kamu sakit." Diserahkannya benda itu pada Anna.

"Satu doang?"

"Iya satu. Kamu aja yang pake."

"Kamu gimana?"

"Enggak apa-apa pake hodie aja cukup."

"Ujannya gede, Jef."

"Ya, terus?"

"Kalo kamu sakit gimana?"

Menghela napas pelan, Jefri usaikan perdebatan dengan sedikit merapatkan badan pada Anna. Membantu perempuan itu memakaikan jas hujan. "Udah jangan ngeyel."

"Jef."

Anna nampak tak tega.

"Udah sore, Na. Belum sholat ashar, juga."

Selesai. Jas hujan sepenuhnya menutupi tubuh Anna. Sejenak bersipandang, Jefri ulurkan kembali jemari untuk mengancing helm Anna yang sepertinya lupa tidak dikancing.

"Kamu mau tahu nggak?"

"Apa?"

"Helm ini nggak pernah dipake Ranya."

Dahi Anna berkerut, heran.

"Rumah Ranya deket sini." Jefri mengedarkan pandang, lalu menunjuk sebuah gang. "Di sana. Jadi dia nggak pernah pake helm."

Lambat laun, kerutan di dahi pun memudar. Anna menatap gapura di ujung jalan sana, barangkali menyadari bahwa ia telah salah sangka.

"Emangnya kalian nggak pernah pergi ke mana gitu berdua?" Satu tanya diutarakan. Jefri tertawa pelan.

"Pergi ke mana sih, Na?" Lantas ia naik kembali ke atas jok motornya. Memakai helm.

"Jalan-jalan, nggak pernah?" Satu lagi pertanyaan Anna.

Jefri terdiam, setengah berpikir. "Nemenin makan sama beli buku pelajaran kayaknya nggak masuk kriteria jalan-jalan deh."

"Terus yang masuk kriteria apa dong?" Ternyata, sisi penuh rasa ingin tahu Anna masih tidak jua hilang. Jefri tersenyum melihat Anna diserbu raut bingung.

"Mau tahu banget?"

Anna mengangguk.

"Kalo hari Minggu nggak ada kencan sama Bang Kay kabarin saya, ya!"

PAPER GLASS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang