88

353 67 3
                                    

Anna di sini.

Di ruangan yang masih lumayan lega meski sudah diisi oleh banyak barang-barang Jefri. Ini tempat tinggal Jefri selama mengenyam bangku perkuliahan. Bersih, rapi, wangi dan pastinya nyaman.

Lima belas menit lalu, Jefri menjemput Anna dari stasiun kota. Tiket kereta ke Bandung terbuang sia-sia.

Lima menit lalu, Jefri meninggalkan Anna di sini, dengan sepatah pamit, "Saya balik ke tempat wawancara, ya," katanya, tak lupa memberi usap di kepala Anna yang tak bicara apa-apa.

Lebih dari lima jam Anna tanpa Jefri, tak banyak kegiatan yang perempuan itu lakukan.

Anna hanya bergaul dengan gitar yang teronggok di sudut ruang. Bergaul dengan buku-buku yang tersusun di rak. Anna tidak suka membaca. Jadi, Anna hanya baca sampul dan mentok di halaman pertama buku.

Yang betah Anna gauli lama-lama adalah album foto SMA.

Itu membangkitkan kenang dalam kening Anna. Masa itu, Anna masih suka sekali merepotkan Jefri dengan segala hal yang tidak bisa ia tangani sendiri.

Menjelang akhir-akhir halaman album, ada beberapa foto yang tak pernah Anna sangka-sangka bahwa Jefri menyimpannya:

foto berdua saat kunjungan wisata SMP, foto berdua saat pergi ke konser Tulus, foto berdua di momen kelulusan, foto liburan di Pangandaran, dan foto-foto Anna yang ia sendiri tidak tahu kapan Jefri mengambilnya.

Petang tiba. Namun, Jefri belum tiba.

Anna sudah berbenah diri. Anna juga sudah menanak nasi dan memasak ikan kaleng dari lemari es di dapur kecil Jefri. Namun, Anna belum makan. Ia dalam rangka menunggu seseorang, tentu.

Yang dinanti tiba. Dipersembahkan Anna seulas senyum tipis, lalu Jefri balas dengan senyum manis. Ada dua lesung tersemat di pipi kanan dan kiri. Itu masih menjadi favorit Anna hingga saat ini.

Tidak banyak percakapan terjalin. Sedikit bicara soal kelancaran wawancara kerja Jefri yang sangat tiba-tiba. Selebihnya, Anna biarkan Jefri menyantap makan malam sederhana ini.

Anna tuang soda ke dalam dua gelas, salah satu di dorong ke arah Jefri.

"Untuk hari ini, mari rayakan."

Dua manusia saling berbagi senyuman lalu saling menyulang.

"Kerja bagus, Jef."

Wawancara Jefri hari ini tidak terbilang mulus. Karena menjemput Anna, Jefri yang terlambat masuk wawancara sesi dua harus berurusan dengan sejumlah kendala terkait perijinan masuk. Dan, laki-laki itu berhasil mengatasi meski tak gampang.

Duduk bersanding di atas karpet, Jefri kabarkan keluhnya kepada telinga Anna malam itu. Anna dengar dengan senang hati. Surai-surai hitam milik Jefri yang berbaring lalu tanpa permisi meletakkan kepala di atas pangkuan Anna, diusap perempuan itu hati-hati.

"Kamu gimana, Na?"

"Gimana apa, Jef?"

Kini adalah saatnya mempersilakan Anna menukar keluhnya juga.

"Australia."

Anna berhenti berurusan dengan kegiatan memberikan ketenangan dan kenyamanan teruntuk Jefri. Sebab kini, dua hal itu adalah yang Anna butuhkan.

"Kamu gimana di Australia?"

Butuh sekitar lima menit untuk Anna mempersiapkan sesi berceritanya. Butuh kekuatan yang banyak sampai akhirnya Anna bisa membuka dengan satu kata,

"Luar biasa."

Jefri tidak lagi berbaring, tidak lagi menaruh beban di pangkuan Anna. Ia duduk, memasang telinga, mempersiapkan bahu jika sewaktu-waktu dibutuhkan Anna.

PAPER GLASS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang