74

330 79 4
                                    

Seorang Anna duduk menekuk juga memeluk lutut di atas sofa ruang tengah rumahnya, sementara lilin kecil di atas meja memeluk lelehan terakhirnya. Namun, aliran listrik belum juga tiba, nyala lampu tak kunjung menyapa.

Dan, Anna merasa beruntung, setidaknya lilin yang beberapa waktu lalu dibawakan seseorang tidak harus membuatnya berkawan dengan gulita.

Anna nyalakan. Apinya mengajak Anna berbincang. Tentang apanya tentu kalian semua tahu. Lagipula, urusan yang belum Anna tuntaskan cuma satu:

perasaannya untuk laki-laki itu.

Jefri.

Anna sudah menuntaskan segala perkara rumit hidupnya. Telah ia ikhlaskan, ayah, ibu, dan Kai pergi menemui bahagia masing-masing, tapi Anna masih kesulitan jika harus mengikhlaskan perasaannya hilang dari Jefri.

Maka, selama kepergian yang diniatkannya untuk melepaskan belenggu rasa dari laki-laki itu, Anna hanya selalu merawat apik rasa yang sama. Hingga pada saatnya tiba, pertemuan dengan Jefri tetap menjadi pemicu hebat denyut nadi, tetap menjadi hal yang hati kecilnya nanti.

Dan, satu hal lagi yang tidak bisa Anna ikhlaskan adalah rumah ini beserta kenangannya. Maka, kepulangan Anna adalah untuk kembali merengkuh itu, karena mustahil jika untuk merengkuh laki-laki itu.

Namun, perbincangan kala malam di bawah hujan menghadirkan sejumlah abu-abu atas kemustahilan yang semula Anna yakin sekali. Mendengar bahwa sebagaimana ia, Jefri pun masih merawat perasaan untuknya, Anna diperciki bahagia tapi juga entah.

Entah harus apa. Haruskah bersikap seolah ia tak mendengar apa-apa, atau sedikit menjadi serakah, Anna pilih opsi dua sehingga esok hari, berkunjung ia ke rumah seberang membawa kue bolu buatannya.

"Wah, kesukaan Abah ini. Aduh, Anna, repot-repot, deh."

"Nggak kok, Umi. Anna emang lagi iseng buat aja, hehe. Lagian Tante juga suka ngasih makanan ke Anna. Ini sampe wadah-wadahnya numpuk di rak piring. Maaf, ya, Mi, Anna baru sempet balikin."

"Hehe. Nggak apa-apa kok. Nanti sering-sering main ke sini, ya. Makan di sini juga nggak apa-apa bareng Umi. Sepi banget rumah tuh. Abah pasti makan di toko. Jefri sukanya keluyuran, makan bareng temen-temennya. Libur kuliah bukannya quality time bareng keluarga malah ngeladenin temen-temennya. Jadilah, masakan di rumah nggak ke makan. Sedih, Umi, tuh."

Anna dengarkan celotehan Umi yang sedang memasak di dapur sembari menyusun di rak, wadah-wadah yang ia bawa, yang memang berasal dari rumah ini. Tersenyum tipis, lalu lenyap lambat laun begitu terbuka pintu kamar mandi yang berada tak jauh dari tempat ia berdiri.

Di balik sana, muncul manusia maha sibuk tengah menggusak rambut setengah basah dengan handuk kecil, handuk lain membungkus tubuh bagian bawah, sementara bagian atasnya nihil penutup.

Kemudian Anna ikut menjadi manusia maha sibuk.

Sibuk mencari-cari kesibukan sembari menenangkan gemuruh di dada sekaligus melenyapkan rona kemerahan di muka.

Tetapi, apa?

Jefri cuek-cuek saja, lewat-lewat saja, pergi menuju tangga lalu naik ke kamarnya.

Tanpa menyapa.

"Aduh kayaknya mendung, ya. Na, Umi ke atas dulu ya, ambilin jemuran."

Dapur menjadikan Anna satu-satunya penghuni setelah Umi juga pamit. Cucian menumpuk di wastafel akhirnya menjadi ladang bermuara inisiatif Anna kedua setelah memotong kue bolu dan menyajikannya di atas meja bundar.

Terdengar derap langkah. Mungkin Umi, tapi mengapa tak kunjung bersuara setelah hitungan ke dua puluh tiga?

Alhasil, Anna menoleh.

Ditemukannya laki-laki maha sibuk tadi duduk di salah satu kursi.

Kesibukannya bukan tentang rambut, tapi tentang potongan kue bolu di mulut dan game di ponsel.

"Main game, sekarang?"

Pertanyaan pertama, Anna beri seusai mencuci tangan.

"Hm."

Jawaban Jefri sebatas gumam. Padahal, Anna telah sepenuhnya menatap laki-laki itu, menuangkan fokus dan berharap menerima jawaban yang lebih panjang. Cerita tentang apa dan bagaimana seorang Jefriyan Masadie Rasyid menjadi gamers, misal. Karena yang Anna tahu, Jefri pernah anti.

"Kok bisa?"

"Ya, bisa. Namanya juga gabut."

"Emang kuliah nggak sibuk?"

"Udah lulus."

"Nggak main bareng temen-temen?"

"Bosen."

"Pacar?"

Jemari Jefri berhenti bergulir di atas layar. Sebagai ganti, yang bergulir adalah pandangannya, sejenak, menghunus Anna sebelum berkata,



"Mulai kepo sama saya, sekarang?

[]

PAPER GLASS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang