69

426 73 0
                                    

Ralat. 

Pelukan hangat di bibir pantai, di pagi buta itu sesungguhnya bukan yang terakhir kali. Sebulan setelahnya, hal yang sama terjadi lagi, pelakunya juga adalah dua orang yang sama.

Di emperan sebuah stasiun. Anna dan Jefri mulanya duduk bersisian.

Kala itu pukul lima subuh.

Jefri pikir, akan lebih jika Anna tak ikut mengantar keberangkatannya ke Jakarta. Pagi buta dingin pula begini seharusnya perempuan itu bergulung dengan selimut saja, bukan dengan keheningan dan kecanggungan seperti yang saat ini berlangsung.

Pengunjung stasiun bisa dihitung dengan jari. Abah dan Umi juga sudah pulang dari setengah jam lalu karena Abah harus jadi imam masjid. Anna tak ikut mereka pulang. Ia bawa motor sendiri, mengagetkan bukan.

Jefri juga kaget. Nyaris tak percaya, tapi seseorang yang tiba-tiba menelponnya dan yang terpogoh-pogoh berlari dari area parkir memang benar adalah Anna.

Padahal, setelah acara liburan bareng ke Pangandaran, setelah satu sama lain mengabarkan perihal perasaan, mereka hampir tak pernah saling mengabarkan apa-apa lagi.

"Kereta saya udah mau nyampe, Na."

Anna menoleh seketika mendengar suara Jefri, tapi ruang di sebelahnya kosong sehingga ia harus repot mengangkat pandang untuk melihat laki-laki yang menjulang di hadapan.

"Saya masuk, ya."

Anna menunduk, lalu mengangguk. Dimainkannya kuku jemari, lalu jemari lain menghentikan.

Entah apa yang membuat Jefri menjadi sekurangajar sekarang: berjongkok, mengelus dan menggenggam tangan pacar orang.

"Kamu baik-baik, ya, di sini."

Tuturnya begitu lembut. Anna hanya mengangguk.

"Kalau ada apa-apa kabarin saya, ya."

Tatapnya begitu hangat. Anna balas tanpa minat. Perempuan itu memalingkan wajah secepat kilat ketika mata-mata mereka bersitatap.

Jefri beranjak. Tangan Anna, ia bebaskan.

Memutar tubuh hendak meninggalkan, Jefri rasakan ujung jaketnya ditahan.

"Jef."

Suara Anna pun terdengar.

Mereka kini berdiri berhadapan. Jefri nanti apa yang hendak Anna sampaikan.

"Hati-hati," katanya pelan.

Sebatas itu saja sudah membuat bibir Jefri melengkungkan senyuman, apalagi saat mendengar Anna mematah sebuah pertanyaan,


"Boleh peluk, nggak?"

[]

PAPER GLASS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang