53. Kamu mau jadi ibu dari anak-anak saya?

1.4K 84 3
                                    

"Hehe selamat sore pak Hardin," sapa Jiska canggung ketika duduk di sebelah Hardin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hehe selamat sore pak Hardin," sapa Jiska canggung ketika duduk di sebelah Hardin.

"Bapak sudah lama disini?"

Hardin masih menatap Jiska datar, tetapi mengintimadasi. Jiska pun menunduk sambil memejamkan matanya, ia berpikir sebenernya apa tujuan Hardin memanggilnya. Apakah karena tweet Jiska yang mengatai dosen itu "bego"? Atau karena ia bolos seminar? Atau yang paling membuatnya gugup yakni dosennya melihat dirinya dan Devan menonton video dewasa?

Gadis itu menarik napasnya dan memberanikan diri untuk bersuara lagi.

"Em.. bapak sudah pesan minumnya? Atau mau saya pesankan?"

Hardin masih diam dan membuat Jiska gugup sendiri. Ia berpikir keras untuk mencari topik agar pria di depannya ini bersuara lalu menyelesaikan obrolan kemudian Jiska bisa langsung pergi meninggalkan Hardin.

"Pak? Tenang saja, besok anak bapak saya bawa,"

"Kamu mau jadi ibu dari anak-anak saya?"

Jiska tersedak ludah sendiri hingga terbatuk, Hardin reflek langsung menyodorkan es americano pada gadis di hadapannya.

"Minum dulu. Pelan-pelan,"

"Bapak hobi banget bikin saya kaget sih,"

"Kamu juga suka banget bikin saya kaget,"

Jiska membenarkan posisi duduknya, matanya memicing seakan meminta penjelasan pada Hardin.

"Kapan saya bikin bapak kaget?"

Hardin terdiam, ia hanya menatap datar Jiska seperti biasa. Haruskah dirinya jujur bahwa segala kelakuan gadis itu selalu sukses membuatnya terkejut hingga jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya?

"Di apartemen waktu—"

"Bapak udah diem. Saya malu sendiri nawarin ciuman ke bapak," potong Jiska cepat membuat Hardin tertawa pelan.

"Saya kira orang seperti kamu tidak punya malu," lanjut Hardin sambil menyeruput es americano dengan santai.

"Bapak akhirnya kita ciuman!"

Lagi, Hardin dikejutkan perkataan Jiska membuatnya hampir menumpahkan minuman bewarna cokelat itu. Ia segera mengambil tisu lalu mengelap americano di sudut bibirnya.

"Kapan saya cium kamu Jiskala? Jangan aneh-aneh," nadanya terdengar serius seperti Hardin versi hari jum'at. Jiska sebenernya sedikit takut melihat raut wajah dan nada suara Hardin yang terdengar serius. Namun, dirinya sudah setengah jalan mengerjai dosennya itu.

"Saya juga minum pake sedotan bekas bapak yang artinya kita ciuman gak langsung. Yey kita ciuman," ucap Jiska dengan bangga sambil bertepuk tangan di depan wajah Hardin.

"Itu ciuman palsu. Perlu kita ciuman sungguhan?"

Tangan Hardin terulur membelai pipi kiri Jiska. Sontak Jiska menahan napas ketika tangan besar itu begitu terasa menyentuh lembut pipinya. Untuk menyembunyikan kegugupannya, Jiska tersenyum miring seakan tidak takut dengan ajakan Hardin yang terbilang cukup ekstrim. Badannya mendekat dengan meja menghalangi, tetapi gadis itu berhasil menarik pelan tengkuk Hardin untuk mendekat ke arahnya.

"Kayak bapak berani aja cium saya. Waktu di apartemen kan bapak lagi mabuk," bisik Jiska dan meniup sensual telinga Hardin.

"Kurang ajar!" Hardin sontak menjauhkan badannya dari Jiska, ia segera memegang telinganya yang panas bahkan memerah karena malu. Jiskala tertawa kencang melihat respon Hardin yang menurutnya sangat lucu.

"Lagian bapak sukanya mancing. Giliran saya terpancing, bapak langsung mundur. Cupu banget," ucap Jiska santai sambil memainkan kukunya. Hardin hanya meresponnya dengan tatapan tajam lalu meminum americano nya lagi sambil mengecek ponselnya. Ia benar-benar merasa terserang hanya dengan bocah 21 tahun.

"Pak diem disitu, tahan posisi pegang hp kayak tadi. Saya ambil foto bapak,"

Jiska segera menjauh dari Hardin dan mengarahkan kamera pada dosennya itu. Bohong jika Jiskala tidak terpesona dengan ketampanan seorang Hardin Amerta. Celana putih dengan sepatu senada dipadukan dengan kemeja cokelat-putih bermotif. Ditambah potongan rambut cepak menambah wibawa seorang Hardin Amerta. Hingga suara Hardin memecah lamunan Jiska.

"Sudah?"

"Coba bapak jangan liat kamera," Hardin tidak sadar mengikuti arahan Jiska untuk mendapatkan hasil foto yang maksimal. Jiska pun menjauh lagi dari Hardin, ia memotret berbagai sisi seorang Hardin.

"Sudah Jiskala saya capek. Saya mau lihat hasilnya,"

"Saya juga capek loncat sana-sini jongkok sana-sini,"

"Itu kemauan kamu sendiri Jiskala. Buruan saya ada urusan abis ini,"

Bibir gadis itu mengerucut sambil mendekat memperlihatkan hasil jepretannya. Jarak yang begitu dekat membuat Hardin benar-benar menahan napasnya ketika sisi kiri wajah gadis itu tepat di hadapannya. Bahkan rambutnya yang tergerai mengenai bibir Hardin, wangi gadis itu pun tercium nyata oleh Hardin. Matanya masih fokus menelisik setiap sisi wajah Jiskala. Sementara yang ditatap serius menggeser layar yang memperlihatkan foto Hardin dengan banyak gaya.

Hingga tangannya menyampirkan rambut Jiska di belakang telinganya, kemudian bibirnya mengecup pelan telinga itu dan berbisik "Saya tahu. Kamu sama Devan tadi menonton video dewasa,"

"Anjir,"

21 to 28 dosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang